SERAYUNEWS— Pada awal masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), utang pemerintah baru sekitar Rp 2.608 triliun. Namun, menjelang akhir masa jabatannya utang negara sudah naik 3 kali lipat menjadi Rp 8.041 triliun pada Desember 2023.
Jika ada penggabungan dengan utang BUMN, nilainya bisa saja mencapai Rp 10 ribu triliun. Inilah yang pemerintah Jokowi wariskan dan harus pemerintah baru tanggung.
Menurut pengamat Universitas Paramadina, Handi Risza, utang jumbo ini bukan persoalan mudah mengingat setiap tahunnya kita harus membayar pokok dan bunganya sebesar Rp 500 triliun.
“Ini menjadi satu beban negara yang sangat besar sekali, apalagi belanja kita cuma di sekitar Rp 3.000 triliun pada 2024, sekitar Rp 500 triliun itu sudah kita belanjakan untuk membayar bunga utang,” kata Handi (5/2/2024).
Jokowi jelas memecahkan rekor mewariskan utang tertinggi sebagai pemimpin republik ini. Tercatat utang pemerintah per 31 Maret 2024 mencapai Rp 8.262,10 triliun berdasarkan data Buku APBN Kita Kementerian Keuangan.
Kondisi ini membuat rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat mencapai 38,79%.
Meski demikian, angka itu masih di bawah batas aman yakni 60% PDB sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Eko Listianto, Vice Director Executive Institute for Development of Economics and Finance (Indef) punya pandangan berbeda terhadap batas aman utang tersebut.
Menurutnya, indikator ini kurang sesuai bahwa utang Indonesia masih dalam kategori aman. Utang besar jangka panjang ini bisa jadi riskan apabila tidak mempunyai efek besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, Jokowi menggunakan utang tersebut untuk pembangunan infrastruktur yang kurang mempunyai dampak pada pertumbuhan ekonomi.
“Utang rezim Jokowi untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan logistik. Dari tingkat produktivitasnya pemanfaatannya dari infrastruktur tersebut dikatakan tidak sebanding, walaupun pembangunan infrastruktur sangatlah penting,” jelasnya (15/3/2024).
Pendapat Eko tersebut mungkin ada benarnya. Jokowi dalam kampanye untuk pemilihan presiden pernah berjanji untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7 persen. Namun, faktanya selama 9 tahun terakhir menjabat rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 5 persen.
Ekonom senior Faisal Basri bahkan meramalkan jika Prabowo-Gibran melanjutkan model Jokowi maka utang Indonesia akan membengkak mencapai Rp. 16.000 triliun.
“Kalau kebijakan Jokowi dilanjutkan sama Prabowo dan Gibran, bisa Rp16 kuadriliun (utang Indonesia), 5 tahun ini karena enggak kerja keras (tambah pendapatan),” ramal Faisal dalam Political Economic Outlook 2024 di Jakarta (13/1/2024).
Selaras dengan itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan secara agregat nantinya setiap penduduk Indonesia akan menanggung utang Rp. 40 juta.
“Secara agregat saat ini masing-masing warga negara menanggung beban utang pemerintah Rp 30,5 juta. Sementara postur belanja pemerintah yang lebih ekspansif dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan meningkatkan beban utang per penduduk hingga Rp 40 juta,” ujar Bhima (6/3/2024).*** (O Gozali)