SERAYUNEWS – Beberapa hari terakhir, publik sedang ramai membahas tentang kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemdikbudristek yang menghapuskan jurusan di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).
Seperti kita ketahui, Kurikulum Merdeka meniadakan penjurusan di jenjang SMA. Penghapus jurusan tersebut meliputi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa.
Lantas, apakah dampak yang terjadi dengan adanya penghapusan jurusan di SMA? Berikut serayunews.com sajikan ulasan tanggapan pakar Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya pada artikel di bawah ini.
Melansir dari Instagram resmi @kemdikbud.ri, pemilihan mata pelajaran di jenjang SMA menjawab kebutuhan murid sebagai prioritas utama dalam pembelajaran. Tentu, hal ini disesuaikan dengan kondisi satu pendidikan.
Dalam Kurikulum Merdeka, tidak terdapat penjurusan. Jadi, siswa-siswi dapat memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan.
Lebih lanjut, Kemdikbud berharap murid dapat menentukan mata pelajaran pilihan untuk melanjutkan studi dan karier tanpa terkotak-kotakkan oleh jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Untuk itu, pihaknya mengajak pendidik dan orang tua agar membantu murid untuk menggali dan membimbing potensi diri. Jadi, murid tidak hilang arah dalam menentukan mata pelajaran pilihan.
Selanjutnya, Pakar Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Holy Ichda Wahyuni memberikan tanggapan terkait hal itu.
Holy dalam keterangan resminya pada Kamis (18/7/2024) mengatakan, selama ini masih ada stereotip di masyarakat tentang jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
“Masih ada sebagian orang tua yang menganggap jurusan paling baik bagi anak adalah jurusan IPA tanpa memandang minat dan bakat. Asumsinya agar nantinya bisa leluasa memilih jurusan saat di jenjang pendidikan tinggi. Meskipun seiring berjalannya waktu, kesadaran orang tua tentang pentingnya melihat minat bakat anak juga sudah mulai meningkat,”ujar Holy Kamis (18/7/24)
Menurutnya, penghapusan jurusan IPA, IPS dan Bahasa memiliki beberapa dampak positif. Salah satunya, kesempatan lebih luas bagi peserta didik untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, tanpa adanya pengotak-ngotakan jurusan.
Ia menegaskan bahwa saat ini integrasi antar disiplin ilmu menjadi strategi bagi terwujudnya pembelajaran yang holistik.
Misalkan saja, pembelajaran tentang edukasi seksual pada remaja atau kesadaran ekologis bukan hanya tugas bagi siswa yang berada di jurusan IPA, tetapi seluruh siswa membutuhkan konten pembelajaran tersebut.
“Justru, siswa bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya. Sebab, selama ini, siswa memilih jurusan terkadang karena dorongan banyak faktor, seperti ikut teman dekatnya, karena gengsi dan permintaan orang tua sehingga memilih IPA. Nah, jadi bukan karena berbasis kebutuhan, minat, dan bakat,” tegas Holy lagi.
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) ini pun menuturkan, penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa bisa diterapkan dengan pertimbangan keleluasaan siswa dalam mengeksplorasi lebih banyak mata pelajaran sesuai kebutuhan, minat, bakat, serta aspirasi studi.
“Namun, sekolah tetap memiliki PR untuk mengawal dan mengarahkan perancangan studi tersebut agar kebijakan ini dapat menjadi peluang bagi terwujudnya pendidikan yang holistik dan pengintegrasian yang harmoni antar disiplin ilmu sehingga siswa dapat menyerap dengan optimal,” pungkas Holy.
***