SERAYUNEWS– Kabupaten Cilacap sebagai kabupaten terluas di Jawa Tengah dengan jumlah penduduk yang besar, memiliki risiko tinggi terhadap penularan penyakit Tuberkulosis (TBC). Sampai Oktober 2023, kasus TBC di Cilacap ditemukan sebanyak 3.944. Untuk menanggulanginya, Pemkab Cilacap membentuk Tim Penanggulangan TBC termasuk menggandeng Mentari Sehat Indonesia (MSI) Kabupaten Cilacap.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, dr Pramesti Griana Dewi mengatakan, bahwa sampai akhir Oktober 2023 jumlah kasus TBC di Cilacap ditemukan sebanyak 3.944 kasus. Temuan itu melebihi perkiraan kasus TBC di Kabupaten Cilacap tahun 2023 sejumlah 3.451 kasus.
Adapun gambaran distribusi kasus TBC mencari tempat pengobatan, 86% berobat di fasilitas kesehatan di Kabupaten Cilacap dan 13% di wilayah Kabupaten Banyumas (495 kasus), serta 1% tersebar di Kabupaten Kebumen, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran.
“Angka keberhasilan pengobatan TBC belum pernah mencapai target 90%, dimana untuk kasus TBC tahun 2022 hanya mencapai 83% dengan angka putus berobatnya 11%,” ujarnya, saat gelar konferensi pers bersama MSI Cilacap, di sebuah hotel Cilacap, Selasa (28/11/2023).
Menurutnya, permasalahan TBC semakin kompleks dengan bertambahnya kasus TBC resisten obat dan masalah psikososial yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan dan pemutusan rantai penularan TBC. Faktor risiko rumah tidak sehat, pemenuhan asupan makanan bergizi, stigma dan diskriminasi serta bertambahnya kasus HIV dan Diabetes Militus membebani penambahan kasus TBC.
Diketahui penyakit tuberkulosis (TBC) yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, ditemukan oleh Robert Koch Pada 1882. Penyakit ini digambarkan di relief Candi Borobudur, yang menunjukkan bahwa tuberkulosis telah ada di antara mereka pada saat Candi Borobudur dibangun.
Penyakit yang sudah berumur ribuan tahun ini, berdasarkan Global Report WHO 2023, pada tahun 2022 Indonesia merupakan Negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia dibawah India. Estimasi TBC di Indonesia sebesar 969.000 kasus setiap tahunnya dengan insiden kasus TBC tertinggi di dunia, sebanyak 354/100.000 penduduk.
Sesuai komitmen pertemuan tingkat tinggi TBC di dunia tahun 2018 dan 2023, sepakat akan mengeliminasi TBC pada tahun 2030, sedangkan Jawa Tengah dan Kabupaten Cilacap, menargetkan Eliminasi TBC pada tahun 2028 dengan insidens rate 65/100.000 penduduk dan angka kematian karena TBC menjadi 6/100.000 penduduk.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis mengamanatkan tentang perlunya dibentuk Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis di setiap daerah baik provinsi maupun kabupaten kota.
Tujuannya untuk mengkoordinasikan, mensinergikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan eliminasi TBC secara menyeluruh, efektif dan terintegrasi dengan melibatkan peran serta komunitas, pemangku kepentingan dan multi sektor lainnya.
Menindaklanjuti amanat Perpres tersebut, Pemerintah Kabupaten Cilacap telah menerbitkan Surat Keputusan Bupati Cilacap nomor 443/461/16/th 2023 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penanggulan Tuberkulosis Kabupaten Cilacap yang ditetapkan tanggal 13 November 2023.
“Tim ini terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana yang melibatkan unsur pentahelik (pemerintah, swasta, dunia usaha, akademisi dan media). Dengan terbitnya SK ini diharapkan kegiatan penanggulangan TBC dapat lebih bersinergi dengan meningkatnya peran masing-masing unsur Tim,” ujarnya.
Dengan terbentuknya Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis di Kabupaten Cilacap, maka harus disinergikan upaya-upaya yang diarahkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam rapat terbatas tanggal 18 Juli 2023 yaitu menggerakkan penanganan TBC secara besar-besaran seperti Penanganan Covid19 antara lain dengan penemuan kasus TBC sebagai sumber penularan di komunitas, baik secara secara aktif masif maupun pasif intensif di fasilitas kesehatan.
Kemudian, pendampingan pengobatan pasien TBC melalui Pengawasan Menelan Obat (PMO), dukungan psikososial, pemberian nutrisi, dukungan transportasi, dukungan perbaikan lingkungan rumah agar menjadi rumah sehat, mencegah stigma dan diskriminasi, dukungan pemberdayaan ekonomi.
Selain itu, investigasi kontak / tracing, untuk menemukan kontak yang terduga TBC dan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB), pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis pada kontak dengan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB).
“Kampanye massif untuk menyosialisasikan TBC, mengedukasi masyarakat untuk mengenalkan penyakit TBC, upaya skrining dengan mengenali tanda dan gejalanya, cara diagnosanya, pencegahan, menghilangkan stigma dan diskriminasi,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua SSR Mentari Sehat Indonesia Kabupaten Cilacap, Titin Sugihartini mengatakan, bahwa dalam membantu penanggulangan TBC di Cilacap MSI telah menerjunkan puluhan kader.
“Ada 53 kader yang terbagi di wilayah Kabupaten Cilacap dari Puskesmas Majenang hingga Kecamatan Nusawungu. Kader bertugas menggali dan mencari kasus TBC di wilayah masing-masing atau dikenal investigasi kontak (skrining) untuk menentukan penyakit TBC tersebut,” ujarnya.
Titin menambahkan, dalam penanganan TBC di Cilacap menghadapi sejumlah kendala, seperti momok atau stigma di masyarakat terutama yang dialami pasien dan keluarganya.
“Kendala mengubah stigma bahwa penyakit TBC bukan penyakit keturunan dan kotor, bukan penyakit kutukan, namun TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh kuman dan ketika masuk ke dalam tubuh kita akan menularkan orang yang ada di dekatnya, dan bisa disembuhkan dengan minum obat rutin sesuai dengan ketentuan dari dokter,” tandasnya.