SERAYUNEWS- Dalam sejarah Indonesia, Soedirman selalu diingat atas peran besarnya dalam mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu. Ia juga merupakan Panglima Besar TNI pertama yang terpilih secara demokratis, melalui voting.
Sebagai jenderal, dalam foto-fotonya ia lebih sering tampil dengan baju khas seorang Soedirman, bukan dalam seragam militer.
Soedirman memiliki hubungan yang erat dengan Sukarno. Mereka memiliki panggilan khas Sukarno memanggil Soedirman dengan sebutan Dinda, dan sebaliknya Soedirman memanggil Sukarno dengan sebutan Kanda. Sukarno memang lebih tua 15 tahun dari Soedirman.
Setelah wafat, Soekarno menempatkan sahabatnya itu sebagi ikon sejarah. Ketika membangun sebuah jalan baru yang besar dan lebar tahun 1962 untuk akses ke pinggiran kota menuju sebuah stadion baru termegah di dunia saat itu, Soekarno menamakan jalan tersebut Jalan Jenderal Soedirman.
Soedirman juga selalu melindungi sahabatnya itu. Bahkan ada satu kalimat ancaman yang pernah dikeluarkannya jika ada yang menyakiti Soekarno.
“Kalau Belanda menyakiti Soekarno, bagi mereka tak ada ampun lagi. Belanda akan mengalami pembunuhan besar-besaran,” Ancam Soedirman di depan Soekarno tanggal 18 Desember 1948, ketika Yogyakarta ibukota negara jatuh ke tangan kekuasaan Belanda
Bung Karno ditangkap, sementara Soedirman memilih untuk bercerita dan inilah ujung darj pertengkaran antar mereka.
Saat itu Belanda menurunkan ribuan pasukan Marinir dan pasukan infanteri ke Yogyakarta, Desember 1948. Soedirman menginginkan perang total dengan Belanda, sedangkan Soekarno memilih untuk tertangkap agar mendapat sorotan dunia internasional.
Soekarno kemudian memerintahkan anak buahnya menjemput Soedirman di hutan. Soedirman pun datang ke Gedung Agung, tempat tinggal Soekarno.
Namun, Soedirman hanya diam kaku di pojokan, ia masih marah dengan Soekarno. Mengatasi situasi yang kaku ini, Soekarno kemudian menghampiri Soedirman dan memeluknya.
Kedongkolan ini terekam oleh dua foto Frans Mendur. Sukarno memeluk Soedirman yang sempat lama berdiri saja di beranda Gedung Agung, enggan masuk ke dalam. Di situ, gestur tubuh Soedirman jika kita amati memang tampak kaku, tak antusias terhadap pelukan Sukarno.
Kejadian yang begitu cepat ini membuat Frans Mendur tidak mendapatkan gambar yang bagus.
“Ya udah diulangi lagi adegan zoetnjes-nya (ciuman),” kata Sukarno.
Sukarno lalu menyuruh Soedirman untuk mendekat. “Ayo supaya lebih dramatik,” kata Soekarno.
Soedirman hanya menurut. Jadilah foto pelukan tersebut menjadi foto paling terkenal sebagai foto penutup perang Revolusi 1945-1949.***(Kalingga Zaman)