Banyumas, serayunews.com
Husni (60), petani asal Desa Rempoah, Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas menjelaskan, dia dijatah hanya 13 karung pupuk per tahunnya. Padahal menurutnya, dengan 13 karung tersebut tidak sampai setengah dari kebutuhan pertaniannya.
“Saya menanam jagung, masa tanam jagung setahun dua kali. Kalau 13 karung itu tidak cukup, kebutuhan setahun itu sampai 30 karung,” kata dia.
Untuk menyiasati kekurangan pupuk tersebut, dia mengaku mencari pupuk ke daerah lain atau kabupaten tentangga sampai akhirnya bisa memenuhi kebutuhan pupuknya.
“Memang harganya berbeda, lebih mahal sedikit. Sepertinya dirasakan oleh seluruh petani yang ada di Kabupaten Banyumas,” ujarnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas, Jaka Budi Santosa mengakui, keluhan petani terkait minimnya jatah pupuk tersebut sudah terjadi sekitar setahun belakangan.
Pembatasan pembelian diberlakukan, lantaran pupuk yang digunakan oleh petani merupakan pupuk bersubsidi dan jatahnya memang dibatasi dari pemerintah pusat.
Pupuk yang beredar saat ini meliputi urea, NPK, Pupuk ZA dan lainnya, memang ada dua macam yakni bersubsidi dan non subsidi. Pupuk non subsidi, diperuntukkan bagi petani yang memiliki lahan di atas dua hektar.
“Pemerintah melalui Kementerian Pertanian, mengendalikan penyaluran pupuk bersubsidi ini dengan kartu tani yang diterbitkan BRI,” ujar dia Kamis (3/11/2022).
Jaka menambahkan, pupuk subsidi yang beredar di petani Kabupaten Banyumas jumlahnya tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan petani, karena keterbatasan alokasi dari pemerintah.
“Kecenderungannya tahun demi tahun memang berkurang (subsidinya). Karena subsidi pupuk dari pemerintah itu besar sekali angkanya, seperti subsidi BBM dan gas. Bisa saja petani membeli pupuk non subsidi, tapi harganya bisa dua kali lipat,” kata dia.
Kebutuhan pupuk di tingkat pertanian lanjut Jaka, telah melalui mekanisme Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (ERDKK) secara nasional dan ketentuannya dibuat oleh Kementerian Pertanian.
“Mekanismenya, petani kelompok tani berembug, bermusyawarah mereka punya lahan, punya garapan berapa luasnya mau ditanami apa. Ketika sudah ada variabel luas, variabel komoditas yang mau ditanam ditambah kebutuhan pupuk berapa, kemudian disesuaikan dengan rekomendasi dari Kementerian Pertanian,” ujar dia.