
SERAYUNEWS – Pertanian di Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap kini berbeda. Di antara hamparan sawah, deretan panel surya berkilau memantulkan sinar matahari. Dulu, petani di sini hanya bisa berharap pada kemurahan hujan. Kini, mereka memanen berkah dari energi surya, simbol perubahan besar di desa yang dulu dikenal sebagai kawasan sawah tadah hujan ini.
Inovasi ini lahir melalui program Kalijaran Mapan (Masyarakat Pengelolaan Pertanian Berkelanjutan), hasil kolaborasi antara PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU IV Cilacap dan Gapoktan Margo Sugih. Program ini tidak hanya menyentuh soal teknologi, tapi juga mengubah cara pandang petani terhadap pertanian berkelanjutan.
Beberapa tahun lalu, petani Kalijaran kerap berhenti menanam saat kemarau panjang. Irigasi tak berjalan, sementara biaya sewa pompa diesel dan pembelian BBM terus membengkak. Kini, situasinya berbalik.

Melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 6.500 KW, pompa air otomatis bekerja memanfaatkan energi matahari. Tak ada lagi suara bising mesin diesel, tak ada polusi asap. Hemat hingga 50 persen biaya operasional, serta mampu mengurangi emisi karbon.
“Kalau dulu habis delapan liter solar per hari, sekarang cukup sinar matahari. Zero polusi, zero kebisingan,” ujar Priyatno, Ketua Gapoktan Margo Sugih, Selasa (28/10/2025).
Tak berhenti di situ, sistem irigasi Kalijaran kini menggunakan energi hibrida, gabungan dari tenaga surya dan tenaga bayu (angin). Bahkan, penggilingan padi milik Gapoktan pun beroperasi dengan energi bersih tanpa emisi.
Sebelumnya, petani hanya menjual gabah mentah kepada tengkulak. Kini, berkat Kalijaran Mapan, mereka mampu mengolah gabah menjadi beras siap jual, memberikan nilai tambah signifikan.
Hasil sampingan seperti dedak digunakan untuk pakan ternak bebek, sementara sekam diolah menjadi arang sekam bernilai jual. Setiap bagian dari hasil panen dimanfaatkan maksimal mewujudkan konsep “nol limbah, seratus persen manfaat.”
“Sekarang kami punya penggilingan sendiri, tidak tergantung tengkulak. Hasilnya lebih besar, usaha pun berputar di desa sendiri,” kata Pangat, anggota Kelompok Tani Abdi Tani Makmur.
Program Kalijaran Mapan juga mendorong petani untuk tidak bergantung pada padi semata. Di lahan-lahan yang dulu kosong, kini berdiri greenhouse, rumah bibit, dan kolam ikan. Sayuran cepat panen seperti kangkung, cabai, dan pakcoy menjadi primadona baru.
“Kangkung bisa panen empat kali sebulan, hasilnya ratusan ribu per bedeng. Lebih cepat dari menunggu panen padi,” ujar Priyatno.
Di sisi lain, peternakan bebek petelur dengan 175 ekor populasi kini memanfaatkan dedak hasil penggilingan padi sebagai pakan utama. Semua saling terhubung, baik pertanian, peternakan, hingga energi, membentuk ekosistem ekonomi desa yang mandiri.
Area Manager Communication Relations dan CSR PT KPI RU IV Cilacap, Cecep Supriyatna, mengungkapkan bahwa ide awal program ini muncul dari keresahan sederhana. “Dulu, musim kemarau membuat tanah Kalijaran menganggur. Dari situ, kami berpikir, bagaimana kalau energi matahari bisa membantu petani,” ujarnya.

Kini, PLTS tak hanya menyuplai air, tapi juga mendukung penggilingan, budidaya ikan, hingga pengembangan pakan. Program ini sekaligus menjadi wujud nyata transisi energi bersih (EBT) di tingkat desa.
“Energi terbarukan itu benar-benar bersih, tanpa bahan bakar, tanpa emisi. Dan dampaknya nyata bagi petani,” tambah Cecep.
Gapoktan Margo Sugih kini terus berinovasi membangun PT berbasis petani untuk memperluas jejaring dan usaha, meningkatkan kapasitas PLTS, serta mengembangkan pakan bebek berbasis pelet dari limbah pertanian.
Dukungan datang dari berbagai pihak, seperti kementerian, perguruan tinggi, hingga CSR Pertamina Foundation. Semua bersinergi untuk mewujudkan pertanian hijau, mandiri energi, dan sejahtera.
Kalijaran Mapan bukan sekadar program, tapi bukti nyata bahwa inovasi besar bisa lahir dari desa kecil dari tangan petani yang berani berubah, dari cahaya matahari yang disulap menjadi sumber kehidupan baru.