SERAYUNEWS– Arsul Sani mengucapkan sumpah sebagai hakim konstitusi atau hakim Mahkamah Konstitusi (MK) disaksikan Presiden Jokowi di Istana Negara, Kamis (18/1/2024). Arsul Sani sebelumnya adalah politikus Partai Persatuan Pembangunan (PP) sekaligus anggota DPR RI. Namun, setelah menjadi hakim MK, tentu saja pria kelahiran Pekalongan 8 Januari 1964 tersebut tak lagi menjadi politisi.
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban sebagai hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UUD 1945 serta berbakti pada nusa dan bangsa,” kata Arsul Sani saat membacakan sumpahnya di hadapan Presiden Jokowi seperti terlihat di YouTube Sekretariat Presiden.
Pengucapan sumpah ini menjadi awal bagi Arsul Sani untuk mengemban tugasnya sebagai hakim MK. Arsul Sani menggantikan Wahiduddin Adams yang sudah purnatugas sebagai hakim konstitusi.
Sebelumnya, Arsul Sani telah melalui proses di DPR. Dia bersama beberapa calon lain melakukan uji kelayakan dan kepatutan untuk menjadi hakim MK. Pada akhirnya, DPR RI memutuskan memilih Arsul Sani sebagai hakim MK pada 26 September 2023. Setelah hampir empat bulan, akhirnya Arsul Sani sah menjadi hakim MK.
Dikutip dari dpr.go.id, Arsul Sani melewati masa sekolahnya di tempat kelahirannya, Pekalongan. Arsul Sani menempuh pendidikan SD di SD Pekajangan II. Kemudian SMPN 1 Pekalongan, dan SMAN Pekalongan. Setelahnya Arsul Sani menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1982-1987.
Pendidikan terakhir Arsul adalah S3 Justice & Policy, Glasgow Caledonian University tahun 2011. Pengalaman organisasi Arsul Sani sangat beragam. Dia pernah berada di IKADIN, ICCA, dan LPBH NU. Arsul Sani menjadi anggota DPR RI sejak 2014 dari PPP.
Seperti diketahui, MK memiliki 9 hakim. Perinciannya, 3 hakim dari pemilihan di Mahkamah Agung, 3 hakim dari hasil pemilihan di DPR, dan 3 hakim dari pemilihan di Presiden.
Para hakim tersebut memiliki beberapa tugas. Satu di antaranya adalah mengadili uji materi UU atas UUD 1945. Jika masyarakat menilai bahwa ada UU yang bertentangan dengan UUD 1945, maka bisa mengajukan ke MK untuk diproses.