SERAYUNEWS — Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menolak pelarangan khitan (sunat) bagi perempuan.
Penolakan tersebut tertuang dalam Taushiyah MPU Aceh Nomor 7 Tahun 2024 tentang pelarangan khitan perempuan, penyediaan alat kontrasepsi kepada remaja dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, tertanggal 5 Agustus 2024.
Dalam taushiyah itu mereka menyebutkan bahwa khitan bagi laki-laki maupun perempuan termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam. Hal tersebut dapat terjadi melalui tindakan secara medis dan profesional serta tidak membahayakan.
Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali alias Lem Faisal menjelaskan, dalam hukum Islam, khitan bagi perempuan merupakan sunah. Artinya, ada kebebasan bagi mereka untuk melakukan maupun tidak. Oleh karena itu, larangan dalam peraturan pemerintah tersebut tidak tepat.
“Melarang umat Islam menjalankan ajaran Islam itu tidak boleh, tetapi yang tepatnya diberikan kebebasan dan tidak boleh ada paksaan,” ujarnya.
Menurutnya, melarang khitan bagi perempuan dalam peraturan pemerintah tersebut sangat tidak tepat dalam Islam, maka harus segera ada evaluasi kembali.
“PP ini sesuatu yang tidak tepat, dan kita minta untuk dievaluasi. Karena itu bagian dari mengebiri nilai-nilai syariat Islam itu sendiri,” katanya.
MPU Aceh juga meminta agar Pemerintah Aceh menjalankan kekhususan Aceh dalam prinsip-prinsip syariat Islam dan adat Aceh terkait larangan khitan perempuan. Selain itu, Pemerintah Aceh bisa meminta instansi pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta di Aceh agar memfasilitasi pelayanan khitan bagi perempuan
Sunat perempuan kini telah dilarang di Indonesia. Penetapan hal ini usai Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada 26 Juli 2024.
Aturan ini adalah tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 102 poin A menyebutkan praktik sunat perempuan dilarang sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi untuk bayi, balita, dan anak prasekolah.
“Praktik sunat perempuan dihapuskan,” begitu bunyi demikian bunyi Pasal 102 huruf a.
Pemerintah berharap dengan aturan yang lebih tegas, kesadaran masyarakat tentang dampak negatif sunat perempuan akan meningkat dan praktik ini dapat berhenti sepenuhnya.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Ngabila Salama mengatakan, peraturan melarang praktik sunat perempuan adalah yang pertama kalinya di Indonesia.
“Kita harus menyambut baik larangan ini karena ini yang pertama kali ada di Indonesia,” ucap Ngabila (2/8/2024).
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah melarang sunat pada perempuan. Hal ini karena sunat pada perempuan tidak memberi manfaat apapun terhadap kesehatan.
“Berbeda dengan sunat pada laki-laki, sunat pada perempuan tidak ada manfaatnya, bahkan cenderung membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, WHO sejak 1997 melarang penuh praktek sunat pada perempuan di seluruh dunia,” ucap Ngabila.***(Kalingga Zaman)