Purbalingga, serayunews.com
Kesepakatan mogok produksi terjadi masif di seluruh Indonesia, termasuk para produsen di wilayah Kabupaten Purbalingga. Kesepakatan ini sebagai bentuk solidaritas antar produsen, yang mengharap perhatian dari pemerintah. Sebab kepada pemerintahlah, yang diharapkan bisa mengendalikan harga bahan baku.
Satu di antara perajin tahu di Wilayah Kalikabong, Purbalingga Suparno (70) mengungkapkan pendapatnya. Dia mengatakan, ajakan untuk mogok produksi selama tiga hari, terjadi dari mulut ke mulut antar produsen di Banyumas Raya. Hal ini sebagai bentuk protes kepada pemerintah, atas tingginya harga bahan baku.
“Ada lembaran (surat), dan disampaikan langsung dari teman sesama produsen, bahwa Senin sampai Rabu jangan produksi,” katanya, Senin (21/02/2022).
Akhirnya, Suparno yang biasa menyuplai para pedagang di Pasar Segamas ikut untuk libur produksi. Pilihannya itu pun dilakukan oleh rekan-rekan produsen lainnya. Sehingga pada Senin ini, di Pasar Segamas tahu menjadi barang langka.
“Kalau yang jualan tahu di Pasar Segamas ada sekitar 50 orang, semuanya libur hari ini, istri saya tadi pagi ngecek ke pasar, tidak ada penjual tahu,” ujarnya.
Dalam sehari Suparno biasa mengolah sekitar 1 kuintal kedelai untuk menjadi tahu. Semua produksinya bisa terjual di Pasar Segamas. Namun kenaikan harga yang terlalu tinggi, menjadikan dirinya bimbang. Karena para pembeli tidak mau ketika harga tahu dinaikkan.
“Naik harga sebenarnya sejak sebelum tahun baru kemarin. Awalnya hanya seratus, dua ratus, dan sampai sekarang sudah ganti harga,” ujarnya.
Sebelum kenaikan, kata Suparno, harga kedelai putih satu kuintal sekitar Rp600 ribu. Tetapi akhir-akhir ini harganya mencapai Rp1.230.000. Sementara untuk produksi biaya masih sama. Begitu juga harga jualnya.
“Ya gimana lah, kami berharap pemerintah bisa menurunkan lagi harga kedelai dan minyak,” kata dia.
Salah satu pedagang di Pasar Segamas, Darsilem, mengatakan bahwa Senin pagi tidak ada penjual yang menyediakan tahu. Tahu yang seolah menjadi menu wajib bagi masyarakat, kini menjadi barang langka.
“Tidak ada (tahu, red), penjualnya tidak produksi, (penjual, red) yang ke pasar juga tidak ada,” kata dia.