SERAYUNEWS – Nama Edy Meiyanto mendadak ramai diperbincangkan publik, usai mencuat kabar pemecatan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) karena kasus kekerasan seksual terhadap mahasiswanya.
Edy Meiyanto disebut-sebut sebagai sosok yang dimaksud dalam kasus yang sedang hangat ini. Kabar ini pertama kali ramai di media sosial setelah akun Instagram @tuahtadamanikkoreksinewss.
Dalam unggahan itu disebutkan bahwa Edy, yang merupakan Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, diberhentikan lantaran terbukti melakukan tindakan asusila terhadap sejumlah mahasiswa.
Menurut informasi yang beredar, sekitar 15 mahasiswa melaporkan tindakan asusila tersebut kepada pihak Fakultas Farmasi UGM sejak Juli 2024.
Proses pemeriksaan dilakukan intensif mulai Agustus hingga Oktober 2024 oleh satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Modus yang digunakan pelaku disebut cukup rapi. Ia melakukan pendekatan lewat bimbingan akademik seperti diskusi perlombaan dan kegiatan kampus lainnya.
Namun, pertemuan-pertemuan itu kerap berlangsung di luar area kampus, memunculkan ruang abu-abu yang dimanfaatkan untuk melakukan tindakan tidak pantas.
Edy Meiyanto dinyatakan melanggar Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023, khususnya Pasal 3 Ayat 2 Huruf m, serta kode etik dosen.
Atas pelanggaran ini, UGM menjatuhkan sanksi administratif terberat berupa pemberhentian sebagai dosen tetap per 1 April 2024.
Edy Meiyanto bukan nama sembarangan di lingkungan akademik. Ia lahir di Solo, 2 Mei 1962. Pendidikan S1 dan S2 ditempuh di Fakultas Farmasi UGM.
Kemudian ia melanjutkan studi doktoral di Nara Institute of Science and Technology (NAIST), Jepang, dalam bidang Molecular Oncology.
Tesis doktoralnya membahas pengembangan metode label untuk profil ekspresi gen dalam osteoklastogenesis.
Karier akademiknya cukup gemilang. Ia pernah menjabat sebagai kepala laboratorium biokimia Pascasarjana Bioteknologi UGM dan pengelola Magister Farmasi Klinik.
Selain itu, Edy juga sempat menjadi sekretaris Bagian Kimia Farmasi dan menjabat dua periode sebagai wakil dekan di Fakultas Farmasi.
Sebagai akademisi, Edy Meiyanto aktif menerbitkan berbagai karya ilmiah. Buku-bukunya antara lain Biokimia Farmasi (2017), Prospek Boron Neutron Capture Therapy di Indonesia (2018), dan Teaching Hospital dan Industri Obat (2019).
Ia juga meneliti banyak topik penting, mulai dari kanker hingga COVID-19. Beberapa jurnal terbarunya mencakup:
Edy juga tergabung dalam berbagai organisasi ilmiah seperti PERHIPBA, PBBMI, dan Ikatan Apoteker Indonesia.
Bahkan ia berperan dalam Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM sejak tahun 2004.
Pihak UGM telah mengonfirmasi pemecatan guru besar tersebut. Dalam keterangannya, UGM menyebut pemberhentian dilakukan sesuai hasil investigasi dan mekanisme yang berlaku.
Ketua Satgas PPKS UGM, Rachmat Hariadi, mengatakan kasus ini menjadi peringatan keras bahwa kekerasan seksual tak punya tempat di dunia pendidikan.
Kasus ini juga mendorong kampus untuk semakin serius memperkuat sistem pelaporan dan perlindungan terhadap korban.
Banyak pihak berharap UGM bisa menjadi pelopor dalam menciptakan lingkungan akademik yang aman dan inklusif.
Kasus ini membuka mata kita semua bahwa reputasi akademik tak bisa menjadi tameng dari tanggung jawab moral.
Sebaliknya, semakin tinggi posisi seseorang dalam dunia pendidikan, semakin besar pula tanggung jawabnya untuk menjadi teladan. Demikian profil Edy Meiyanto, guru besar UGM yang sudah dipecat.***