
SERAYUNEWS – Jagat maya kembali diramaikan oleh perbincangan seputar kendaraan dinas pejabat negara. Lantas, R1 19 plat mobil siapa?
Kali ini, yang menjadi sorotan adalah mobil berplat RI 19, setelah beredar unggahan viral di media sosial yang mengajak masyarakat memberi jalan bagi kendaraan tersebut.
Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa mobil dinas berplat RI 19 adalah milik Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang tengah “memperbaiki ekonomi Indonesia”.
Unggahan itu awalnya muncul di Facebook dan X (Twitter), disertai dengan foto mobil hitam berplat RI 19 lengkap dengan narasi ajakan agar pengguna jalan menyingkir saat mendengar sirene mobil tersebut.
Tak butuh waktu lama, unggahan itu menjadi viral dan menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan warganet.
Sebagian besar pengguna internet menanggapinya dengan serius, mengira bahwa kendaraan tersebut benar-benar milik Menteri Keuangan.
Beberapa bahkan menyebutnya sebagai bentuk penghormatan kepada pejabat negara.
Namun, seperti banyak fenomena viral lainnya, kebenaran informasi ini patut dipertanyakan.
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata informasi tersebut tidak benar.
Berdasarkan data resmi kendaraan dinas pejabat negara, nomor plat RI 19 tidak tercatat sebagai milik Kementerian Keuangan maupun pejabat aktif di kabinet saat ini.
Dalam daftar resmi, nomor plat RI 19 sebelumnya digunakan untuk kendaraan dinas Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Hal ini berarti klaim yang menyebut bahwa mobil RI 19 adalah milik Purbaya Yudhi Sadewa tidak memiliki dasar yang sah.
Bahkan, sumber internal Kementerian Keuangan mengonfirmasi bahwa plat kendaraan dinas Menteri Keuangan sebenarnya adalah RI 25, bukan RI 19 seperti disebut dalam unggahan viral tersebut.
Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa mobil dengan plat RI 19 tidak ada kaitannya dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Plat nomor dengan awalan “RI” (Republik Indonesia) digunakan untuk menandai kendaraan dinas resmi milik pejabat tinggi negara.
Nomor di belakangnya menunjukkan jabatan atau posisi yang bersangkutan. Misalnya:
Sementara RI 19 dalam catatan historis memang pernah dialokasikan untuk Menteri Hukum dan HAM, bukan pejabat ekonomi atau keuangan.
Karena itu, informasi palsu terkait penggunaan nomor plat seperti ini bisa menyesatkan publik, terutama jika dikaitkan dengan status pejabat tinggi negara.
Fenomena viralnya mobil berplat RI 19 ini memperlihatkan bagaimana informasi sederhana dapat dengan cepat berubah menjadi hoaks di media sosial.
Ajakan agar masyarakat memberi jalan kepada kendaraan tertentu tanpa dasar resmi bisa menimbulkan kebingungan, bahkan berpotensi disalahgunakan.
“Ajakan seperti itu bukan hanya menyesatkan publik, tetapi juga bisa membahayakan,” ujar salah satu analis media sosial yang menyoroti kasus ini. Menurutnya, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab bisa saja menggunakan plat palsu untuk memperoleh akses jalan atau fasilitas yang bukan haknya.
Hal ini tentu berisiko terhadap keamanan dan ketertiban lalu lintas, mengingat simbol plat “RI” memiliki status istimewa di mata masyarakat.
Jika penyalahgunaan terjadi, bukan tidak mungkin publik akan semakin sulit membedakan mana kendaraan resmi dan mana yang palsu.
Kasus viral RI 19 menjadi contoh nyata bahwa literasi digital masih perlu diperkuat di masyarakat.
Di era serba cepat seperti sekarang, informasi bisa menyebar lebih cepat daripada upaya klarifikasi.
Padahal, masyarakat sebenarnya bisa melakukan langkah sederhana untuk memverifikasi kabar yang beredar, seperti:
Fenomena ini sejalan dengan ajakan banyak pihak agar pengguna media sosial lebih kritis.
Informasi yang tampak sepele, seperti nomor kendaraan, bisa menimbulkan efek domino ketika dipelintir.
Dalam konteks ini, kehati-hatian bukan sekadar sikap bijak, tetapi bagian dari tanggung jawab sosial.***