SERAYUNEWS – Istilah family office mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Namun, di dunia keuangan global, konsep ini bukan hal baru. Apa itu?
Family office merupakan lembaga privat yang dibentuk keluarga besar untuk mengelola kekayaan secara profesional dan terintegrasi.
Berdasarkan penjelasan dari laman Investopedia, family office tidak hanya mengurus investasi, tetapi juga mencakup pengaturan anggaran, asuransi, donasi amal, perencanaan warisan, hingga pajak.
Sederhananya, family office berfungsi layaknya “manajer keuangan keluarga” yang menangani seluruh aspek finansial agar lebih efisien, transparan, dan berkelanjutan.
Dalam praktiknya, banyak keluarga kaya di dunia membentuk family office untuk memastikan keberlangsungan kekayaan lintas generasi.
Mereka biasanya juga merancang strategi suksesi, membentuk yayasan, hingga mengatur portofolio global.
Menurut analisis PwC Indonesia, keberadaan family office membantu menjaga tata kelola kekayaan, memudahkan pengambilan keputusan, serta memastikan nilai dan tujuan keluarga tetap terjaga dalam jangka panjang.
Karena kompleksitasnya, biasanya family office dijalankan oleh tim profesional di bidang keuangan, hukum, perpajakan, dan manajemen risiko.
Belakangan, konsep ini ramai diperbincangkan di Indonesia setelah pemerintah berencana menjadikan Bali sebagai pusat keuangan internasional.
Gagasan tersebut diinisiasi oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, melalui pembentukan family office.
Luhut menjelaskan bahwa tim DEN telah bekerja selama enam bulan untuk mempersiapkan rencana ini.
Ia bahkan mengaku telah berdiskusi dengan sejumlah pengelola family office dunia, termasuk investor ternama Amerika Serikat, Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates, yang kini menjadi penasihat Presiden Prabowo Subianto.
“Ya kita segera, tadi tim bekerja, mulai besok mereka bekerja dengan timnya Pak Airlangga, dengan tim kami, karena sebenarnya kita sudah mengerjakan 6 bulan,” ujar Luhut usai bertemu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Maret 2025.
Luhut menambahkan, seluruh pihak di pemerintahan, termasuk Presiden Prabowo dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, telah sepakat untuk mendukung pembentukan Family Office di Indonesia.
“Semua, bukan soal Kementerian Keuangan saja, semua kita harus setuju. Tapi kalau sudah yang mau taruh duitnya setuju kan itu yang paling penting,” tuturnya.
Rencana ini bukan hal baru. Sejak masa Presiden Joko Widodo, wacana membentuk Wealth Management Center atau Family Office sudah mendapat restu.
Bedanya, kini proyek tersebut kembali dipercepat dengan fokus pembangunan di Bali dan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Meski demikian, tidak semua pihak langsung terlibat dalam proyek ini.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku belum dilibatkan dalam pembahasan pembentukan Family Office oleh DEN.
“Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri,” kata Purbaya di Jakarta, dikutip Selasa (14/10/2025).
Ia menegaskan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk membiayai pembangunan Family Office di Bali.
Purbaya memilih fokus pada percepatan pertumbuhan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan memperbaiki iklim investasi.
“Anggarannya enggak akan saya alihkan ke sana. Saya fokus alokasi anggaran yang tepat. Nanti pas melaksananya tepat waktu, tepat sasaran, dan nggak ada yang bocor. Itu aja,” ujarnya.
Ia juga mengaku belum memahami secara detail konsep Family Office yang dimaksud Luhut.
“Jadi saya enggak terlibat. Kalau mau ya saya doain lah. Saya belum terlalu mengerti konsepnya, walaupun Pak Ketua DEN sering bicara, tapi saya belum pernah lihat apa sih konsepnya,” tuturnya.
Menurut data dari Institut Teknologi Bandung, jumlah miliuner di Indonesia meningkat pesat dalam satu dekade terakhir.
Fenomena ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menghadirkan sistem pengelolaan kekayaan yang lebih profesional dan transparan melalui Family Office.
Di berbagai negara seperti Singapura, Amerika Serikat, dan Swiss, Family Office telah menjadi tulang punggung pengelolaan aset keluarga superkaya.
Konsep ini juga memperkuat fondasi pasar keuangan domestik karena mampu menarik modal asing, memperluas peluang investasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Indonesia pun dapat mengambil manfaat serupa. Dengan membangun Family Office di Bali, pemerintah berharap arus dana global dapat masuk ke berbagai sektor produktif di dalam negeri.
Hal ini bisa memperkuat industri keuangan, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan daya saing investasi nasional.
Namun, tentu saja ada tantangan besar yang harus dihadapi. Pemerintah perlu menyiapkan regulasi yang ketat, sistem pengawasan transparan, dan jaminan kepastian hukum.
Tanpa itu, Family Office bisa berisiko disalahgunakan untuk pencucian uang atau manipulasi aset.
Selain itu, Indonesia harus bersaing dengan pusat keuangan mapan seperti Singapura dan Hong Kong yang lebih dulu menjadi magnet bagi pengelola kekayaan global.***