
Di balik megahnya visi misi dunia pendidikan yang menuntut prestasi akademis dan pembentukan karakter, terdapat satu ruang sunyi yang sering kali luput dari pandangan strategis. Bahkan sengaja diabaikan kondisi sanitasi sekolah, khususnya toilet. Banyak institusi pendidikan, belum menyadari kekeliruan ini, terjebak dalam paradigma bahwa toilet hanyalah fasilitas pelengkap sebuah ruang belakang yang tidak memiliki korelasi dengan wibawa akademik.
Seolah-olah sekolah bisa tetap berdiri tegak mengajarkan kebersihan dan keimanan. Sementara, infrastruktur sanitasi di dalamnya justru menceritakan kisah sebaliknya. Di sinilah persoalan mentalitas itu bermula. Selama bertahun-tahun, toilet sekolah identik dengan tempat yang lusuh, usang, berbau menyengat dan penuh coretan vandalisme.

Siswa harus menahan napas dan menahan diri saat memasuki ruang tersebut. Dinding-dinding yang kusam dan penuh tulisan tak senonoh seakan menjadi monumen kegagalan sekolah dalam membangun rasa memiliki. Sebuah kondisi yang jauh dari kata layak, apalagi mendidik. Pertanyaannya, apakah kondisi kumuh ini lahir karena ketiadaan dana? Jawabannya tegas: tidak selalu. Ini sering kali lahir dari ketiadaan standar dan kemauan. Membiarkan toilet kotor ada bentuk pembiaran terhadap degradasi karakter siswa.
Maka muncullah kesadaran baru: sudah saatnya sekolah berani melakukan revolusi fisik dan mental. Didorong oleh keprihatinan akan standar kebersihan yang rendah, SMP UTAMA Muhammadiyah Sumbang mengambil langkah berani untuk merombak total wajah sanitasi sekolah. Ini bukan sekadar renovasi tukang batu, melainkan transformasi standar pelayanan yang menyentuk aspek psikologi lingkungan.
Konsep “Toilet Sekolah Biasa” ditinggalkan, diganti dengan standar baru: “Toilet Berkelas Hotel”. Kami meruntuhkan kesan usang tersebut. Toilet dibangun ulang dengan desain yang elegan, memadukan warna tembok dan keramik yang menenangkan jiwa, bukan warna-warna yang memekakkan mata. Sistem ventilasi dirombak total dengan pemasangan exhaust fan di setiap ruangan untuk menjaga sirkulasi udara tetap bersih dan segar, menghilangkan aroma lembap yang selama ini menjadi momok.
Model transformasi ini menghadirkan tiga dimensi perubahan utama.
Pertama dimensi kenyamanan dan inklusivitas. Kami memahami bahwa manusia memiliki kebiasaan yang berbeda. Oleh karena itu, sekolah menyediakan pilihan kloset duduk dan jongkok yang modern. Keduanya bersih, keduanya berfungsi sempurna. Tidak ada lagi siswa yang merasa terasing karena fasilitas yang tidak sesuai dengan kebiasaan mereka di rumah.
Kedua, dimensi psikologis dan harga diri. Sekolah memasang wastafel dengan kaca cermin yang besar. Dalam psikologi perkembangan, remaja membutuhkan validasi diri. Dengan menghadirkan cermin besar dan ruang ganti yang layak, kemi mengirimkan pesan bawah sadar kepada siswa; “Kalian pantas terlihat rapi, kalian pantas di tempat yang bersih dan mewah”. Hasilnya nyata. Vandalisme hilang. Ketika siswa diberikan fasilitas yang mewah dan dihormati, mereka membalasnya dengan ikut menjaga, bukan merusak.
Ketiga, dimensi manajemen dan citra. Ada adagium manajemen yang saya pegang tegus: “Ingin tau manajemen sekolah, lihatlah bagaimana sekolah itu menjaga toiletnya”.

Jika ruang paling kotor saja bisa dikelola menjadi bersih, wangi dan elegan, maka publik bisa percaya bahwa sekolah tersebut mampu mengelola hal-hal yang lebih besar. Kurikulum, keuangan, dan masa depan siswa dengan integritas yang sama. Transformasi ini menjadi cermin komitmen terhadap nilai-nilai Muhammadiyah yang mencintai kebersihan sebagai bagian dari keimanan.
Langkah ini bukan sekadar membelanjakan anggaran pembangunan, tetapi merupakan upaya memodernisasi budaya sekolah. Modernisasi tidak melulu soal komputer canggih; ia bisa dimulai darin ubin toilet yang bersih dan udara yang bebas bau. Sistem sanitasi berkelas hotel ini adalah sebuah disiplin kolektif, disiplin untuk hidup bersih, disiplin untuk menghargai fasilitas umum, dan disiplin untuk melayani siswa dengan pelayanan prima.
Kini, dengan wajah sanitasi yang baru, SMP UTAMA Muhammadiyah Sumbang mengirimkan pesan penting kepada publik, terutama calon wali murid dalam masa SMPMB ini. Bahwa setiap rupiah yang diamanahkan orang tua, dikembalikan dalam bentuk fasilitas yang memanusiakan anak-anak mereka. Tidak ada lagi ruang kumuh yang disembunyikan.
Pertanyannya kini menggelitik: apakah sekolah lain berani melakukan revolusi standar yang sama? Apakah kita siap meninggalkan mentalitas “asal ada” demi pembangunan lingkungan belajar yang benar-benar menghormati penghuninya? SMP UTAMA Muhamadiyah Sumbang telah membuktikan bahwa perubahan fundamental pada sebuah toilet mampu meningkatkan moral siswa dan citra lembaga. Pada akhirnya, integritas sekolah dimulai dari hal yang paling detail. Mari bangun pendidikan yang tidak hanya cerdas di otak, tapu juga bersih di perilaku dan lingkungan.
Langkah pertama telah kami ambil. Lihatlah toilet kami, dan Anda akan melihat masa depan pendidikan yang kami tawarkan.
Penulis: Abdul Ma’arif, S.Pd., Kepala Sekolah SMP Utama Muhammadiyah Sumbang