SERAYUNEWS– Nasi Megono khas Wonosobo dan daging ingkung ayam menjadi sajian menu acara nyadran di Taman Makam Bahagia. Acara nyadran itu dilakukan warga Perumahan Purnamandala Kelurahan Bumireso Kecamatan Wonosobo menyambut Ramadan, Minggu (10/3/2024).
Ketua Takmir Masjid Baitul Mujahidin Perumahan Purnamandala Kelurahan Bumireso, Kiai Khoeron Al Hafidz memberikan penjelasan. Untuk tradisi nyadran atau ziarah kubur massal dilakukan warga menjelang ibadah puasa di bulan Ramadan.
Kegiatan dilakukan warga Perum Purnamandala untuk mendoakan para leluhur, juga dalam rangka membersihkan diri untuk menyambut bulan suci Ramadan. “Tadi pagi, melakukan ziarah kubur atau nyadran di Taman Makam Bahagia Perumahan kami,” tutur dia.
Acara nyadran diisi pembacaan tahlil. Sebelum pembacaan tahlil, disampaikan tausiyah oleh Dr K Nurul Mubin, Mudir Ma’had Aly Al Mubaarok Manggisan Kecamatan Mojotengah, Wonosobo.
Usai ziarah kubur, peserta nyadran menuju ke serambi Masjid Baitul Mujahidin untuk menikmati sarapan bersama. Menu utama yang disajikan adalah nasi megono dan daging ingkung ayam. Para jemaah nyadran tampak menikmati menu yang ada.
Kiai Khoeron Al Hafidz menyampaikan acara ziarah kubur dilakukan, guna mendoakan para leluhur. Harapannya agar diberi tempat terbaik, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya dan para arwah di alam barzah mendapatkan nikmat kubur serta kelak bisa menjadi penghuni surga.
Menurut Kyai Mubin, Nabi Muhammad SAW dulu memang pernah melarang para sahabat untuk melakukan ziarah. Tetapi waktu itu ketika para sahabat masih menyembah berhala atau patung.
Para sahabat ketika datang ke makam juga untuk meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal. Setelah sekian tahun kemudian, Nabi Muhammad lalu memberikan tarbiyah atau pendidikan.
“Setiap jiwa akan mati. Setiap napas akan mati. Setiap (orang) yang hidup akan mati. Sehingga orang datang ke makam untuk memintakan ampun (maaf) bagi orang yang telah meninggal,” jelasnya.
Orang yang melakukan ziarah kubur, lanjut Kiai Mubin, sekaligus menegaskan bahwa merasa hatinya kotor dan berusaha untuk membersihkannya. Karena dalam ziarah ke makam terdapat zikir, doa dan mengingatkan akan ada kematian bagi siapapun pada waktunya nanti.
“Nyadran yang kita lakukan merupakan ajaran para Walisongo, ajaran para ulama. Makna nyadran adalah membersihkan hati yang biasanya dilaksanakan menjelang bulan puasa dan Idul Fitri atau hari-hari yang lainnya,” jelasnya.
Jadi makna dari sadranan tidak lain dan tidak bukan adalah bagian dari urf atau tradisi yang diwariskan para ulama. Karena itu, menurut dia, umat Islam tidak perlu ragu-ragu, bahwa mendatangi orang tua, famili atau ulama yang sudah meninggal, merupakan warisan Walisongo.
Bahkan daun yang diletakan di atas pusara makam itu dipercaya ikut memintakan ampunan kepada Allah SWT. Adab di makam tidak boleh dilakukan yakni membakar sesuatu atau merokok saat berziarah.