SERAYUNEWS– Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bakal mematikan ponsel yang memiliki IMEI ilegal. Kepolisian masih menyusun jadwal untuk melakukan shutdown terhadap sebanyak 191.965 ponsel yang terdata menggunakan International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menyebutkan, proses shutdown ponsel dengan IMEI ilegal segera dijadwalkan. Hal itu untuk mengetahui modus pemalsuan. Menurut dia, negara Indonesia akan untung imbas penindakan IMEI ilegal itu.
“Ini kan kalau kita matikan nanti akan ketahuan alasan ponsel pakai IMEI ilegal,” ungkap Jenderal Bintang Satu itu. Dia menambahkan, kemungkinan warga yang membeli ponsel di gerai resmi berpotensi memiliki IMEI ilegal. Karena itu, rencana mematikan ponsel dengan IMEI ilegal ini untuk mengetahui hal tersebut.
Pihaknya merasa kasihan, jika ada masyarakat yang belum sadar kalau ponselnya menggunakan IMEI ilegal. Dia menyebut, konsumen yang sengaja membeli ponsel di pasar gelap, ke depan akan ketahuan. Kemudian, konsumen harus membayar cukai, sehingga negara akan untung.
“Tadi kan misalnya ‘Iya, Pak, saya sengaja beli black market harganya beda’, ‘ya sudah sekarang kamu bayar ini buat negara’. Artinya negara untung, akan terjadi pemasukan. Yang tadinya tidak ada, sekarang ada,” bebernya dalam keterangan di laman Polri, dikutip serayunews.com, Selasa (1/8/2023).
Terkait waktu penonaktifan ponsel yang memiliki IMEI ilegal, Brigjen Pol Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menyebut akan dilakukan dalam waktu dekat. Menurut dia, nantinya pihaknya akan mendirikan posko pengaduan untuk para warga yang memiliki ponsel dengan IMEI ilegal. Kebijakan ini dilakukan untuk mengantisipasi kepanikan masyarakat.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan dalam kurun waktu 10 hari dari tanggal 10 Oktober hingga 20 Oktober 2022, tercatat terdapat pengunggahan IMEI ke dalam sistem sebanyak 191.965 data. “Rekapitulasi IMEI 191.965 buah ini kalau dihitung dengan PPh 11,5 persen, sementara dugaan kerugian negara sekitar Rp353.748.000.000,” ungkap Wahyu.