SERAYUNEWS – Pemerintah saat ini berupaya untuk gencarkan berbagai macam pembangunan daerah. Jawa Tengah menjadi salah satu yang tak pernah surut pembangunannya.
Ternyata maraknya proyek pembangunan di Jawa Tengah (Jateng) disebut-sebut turut andil dalam masifnya praktik tambang ilegal. Permasalahan tambang ilegal tak lepas dari supply and demand yang ada di lapangan.
Adanya proyek strategis nasional membuat kebutuhan bahan tambang meningkat. Belum lagi pengusaha tambang legal harus bersaing dengan proyek swasta.
“Maka, memang benar kalau berawal dari [tambang] legal bisa ke ilegal. Ini semua untuk memenuhi kebutuhan. Seumpama kebutuhan sekitar 110 juta kubik, hanya 30 juta kubik saja yang bisa terpenuhi dari tambang legal,” ungkap Ketua Asosiasi Tambang Batuan Indonesia (ATBI) Jateng, Supriyanto, dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk Illegal Minning: Tragedi Banyumas dan Pertambangan Jawa Tengah, Rabu (20/9/2023).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku material itu, tak jarang pihak pelaksana proyek turut menggunakan jasa pelaku tambang ilegal. Di sisi lain, adanya Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di kabupaten/kota yang letak mineral pertambangannya tak sesuai dengan penetapan lokasi dari pusat juga kerap menimbulkan praktik pertambangan ilegal.
“Ini semakin membuat para pengusaha tambang legal dirugikan. Kita juga dilema, mau nambang, tapi izin di daerahnya enggak bisa selesai karena Perda tata ruangnya berbeda antara daerah dengan pusat. Padahal, permintaan banyak. Apalagi, banyak penambang ilegal yang merusak harga [mematok harga dengan murah]. Mereka juga enggak memperhatikan lingkungan,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Energi dari UGM Jogja, Fahmy Radhi, yang menilai pemerintah harus bersikap tegas dalam upaya memberantas ilegal minning. Jangan sampai ada oknum-oknum pemerintah yang turut bermain dalam praktik tambang ilegal, terutama sebagai backing atau aktor pendukung.
“Hampir semua daerah bermain, termasuk oknum-oknum dan perusahaan kecil maupun besar. Memberantas ini harus ada komitmen dari RI 1 (Presiden),” ujar Fahmy.
Kabid Minerba ESDM Jateng, Agus Sugiarto, menyarankan bagi pelaku tambang, agar melakukan sinkronisasi dalam suatu perencanaan pembangunan secara komprehensif untuk menekan kebutuhan dan ketersediaan material.
“Apa yang disampaikan ATBI itu aktual di lapangan. Bahwa kebutuhan untuk kegiatan konstruksi di Jateng tidak diperhitungkan dan dipertimbangkan sumbernya dari mana. Sehingga tidak ada sinkronisasi dari kabupaten sampai pemerintah pusat,” ujar Agus.
Lebih jauh, Dinas ESDM Jateng menyampaikan jika secara kasat mata pelaku tambang legal dan ilegal memang sulit dibedakan. Namun paling pasti, bagi pelaku tambang berizin, dipastikan ada palang pemberitahuan kegiatan penambangan di lokasi penambangan.
“Bila tidak ada palang, 99 persen itu ilegal. Meskipun tak menutup kemungkinan adanya pemasangan palang palsu. Selain itu, ini (tambang ilegal) juga permasalahan kita bersama, termasuk masyarakat. Karena mereka (ilegal) tak bisa disebut penambang, tapi pencuri sumber daya,” tutupnya