SERAYUNEWS– Lebaran ketupat berlangsung satu minggu setelah Idulfitri, yaitu pada 8 Syawal. Tradisi ini berawal dengan puasa Syawal, sesuai sunah Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan umat Islam untuk berpuasa 6 hari di bulan Syawal.
Lebaran Ketupat hanya ada di Indonesia khususnya pulau Jawa, tidak tercantum dalam Al-Qur’an, juga tidak Nabi besar Muhammad SAW rayakan.
Tradisi Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat merupakan simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa. Kupat adalah akronim dari ngaku lepat (mengakui kesalahan).
Simbolisasi ini Sunan Kalijaga gunakan dalam mensyiarkan ajaran Islam di Jawa yang pada waktu itu masih banyak orang meyakini kesakralan dari ketupat.
Lebaran ketupat yang berlangsung setelah puasa Syawal tentu menjadi alasan tersendiri. Tradisi ini merupakan bentuk sublimasi (perubahan ke arah satu tingkat lebih tinggi), bisa jadi Lebaran ini bermaksud menjadi perangsang untuk melakukan puasa Syawal.
Hal itu sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW.
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR Muslim).
Tersirat lebaran ketupat merupakan perayaan keimanan setingkat lebih tinggi. Sesuai dengan arti bulan Syawal, berasal dari kata syala yang berarti naik atau meninggi.
Pada bulan Syawal ini, kedudukan dan derajat kaum Muslimin meninggi di sisi Allah SWT karena telah melewati bulan ujian dan ibadah selama Ramadan.
Bentuk segi empat ketupat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer, yang bermakna bahwa ke manapun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Anyaman ketupat yang rumit juga bermakna sebagai cerminan dari berbagai macam kesalahan manusia. Sementara itu, warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah memohon ampun dari kesalahan.
Lebaran Ketupat merupakan perayaan yang menjadi penyempurna momen kemenangan Idulfitri.
Selain itu, Lebaran Ketupat terus dirayakan setiap tahunnya karena mengandung filosofis yang begitu bermakna bagi kehidupan masyarakat Jawa.***(O Gozali)