SERAYUNEWS– Setelah Hari Raya Idul Adha, tanggal 10 Dzulhijjah 1444 Hijriyah, tiga hari ini kita memasuki hari tasyrik. Tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah ini menjadi istimewa dalam Islam. Sebab, pada tiga hari ini, umat Islam boleh menyembelih hewan kurbannya.
Penamaan hari tasyrik, karena pada hari-hari tersebut daging-daging kurban dipanaskan di bawah terik matahari. Sebab, pada saat itu teknologi belum canggih, sehingga cara mengawetkan daging kurban adalah dengan memanaskannya di bawah terik matahari.
Lalu bagaimanakah asal usul penamaannya?
Melansir laman mui.or.id, hari tasyrik erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Adha. Pada waktu tersebut, umat Islam di seluruh dunia tak boleh untuk menjalankan ibadah puasa. Larangan tersebut selaras dengan pelaksanaan kurban itu sendiri.
Dalam bahasa Arab, tasyrik atau tasyriq merupakan patron kata masdar dari “syarraqa” yang memiliki arti “matahari terbit atau menjemur sesuatu”. Tasyrik juga memiliki arti penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari).
Syekh Ibnu Manzur (711 H), dalam magnum opusnya Lisan al-Arab menyebutkan, terdapat perbedaan pendapat ulama tentang alasan perbedaan penamaan tasyrik. Kedua pendapat tersebut sebagai berikut:
1. Nama tasyrik, karena waktu tersebut adalah hari di mana umat Islam menjemur daging kurban mereka untuk jadi dendeng. Pendapat tersebut bersandar pada masa Rasulullah SAW, belum adanya teknologi pendingin seperti kulkas.
Alhasil, masyarakat kala itu menyimpan daging dengan waktu lama dengan cara dijemur. Langkah ini agar daging kurban yang melimpah saat Idul Adha, dapat disimpan dalam jangka panjang dan bisa menjadi cadangan makanan untuk konsumsi.
2. Pelaksanaan ritual kurban setelah matahari terbit. Pada hari tasyrik setiap muslim boleh untuk melaksanakan ibadah apapun kecuali berpuasa. Mengapa terdapat larangan puasa pada waktu tersebut?
Larangan puasa karena waktu tersebut untuk menikmati berbagai hidangan dan olahan dari daging kurban. Dalam Haditsnya Rasulullah pernah mengabarkan terkait larangan ini sebagai berikut:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan kurban ketika menunaikan haji.” (HR. Bukhari, no. 1859)
Pada kesempatan lain hari tasyrik juga memiliki makna hari untuk makan dan minum. Rasulullah bersabda:
“Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum.” (HR. An-Nasa’i, no. 2954)
Pada hari tersebut juga umat Islam hendaknya memperbanyak amal ibadah seperti berzikir, berdoa, serta menyembelih hewan kurban. Perintah untuk berkurban tersebut termaktub dalam surat al-Kautsar ayat 2 berikut:
“Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurban lah!”