Banyumas, serayunews.com
Wakil Administratur atau Kepala Sub Kesatuan Pemangku Hutan Banyumas Timur, Hari Dwi Hutanto menjelaskan, pihaknya sempat menjalin kesepakatan kerjasama dengan Perumda Tirta Mulya Pemalang terkait perjanjian pengelolaan air.
Namun, dalam kesepakatan tersebut titik sumber air yang akan mereka manfaatkan ada di Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden dan koordinat mata airnya di Kalipagu.
“Akan tetapi yang kami sesali, dari pihak pemohon (Perumda Tirta Mulya Pemalang, red) tidak ada komunikasi terkait perpindahan titik itu,” kata dia, Kamis (13/10/2022).
Baca juga Diduga Karena Proyek Pipa Air Bersih Nasional, Hutan Lindung di Gunung Slamet Banyumas Rusak
Perjanjian dengan Perumda TIrta Mulya Pemalang, sesuai dengan aturan keputusan direksi Perum Perhutani No 760/KPTS/DIR/2018, tentang pedoman kerjasama pemanfaatan hutan.
“Terakhir kami menandatangani MoU dengan pihak pemohon pada, 22 Januari 2022. Jadi izinnya ada, tetapi lokasinya tiba-tiba bergeser dari Ketenger ke Kalisalak. Amdalnya juga tidak mencantumkan di Kedungbanteng,” katanya.
Dengan adanya protes dari masyarakat ataupun pemerintah desa (pemdes) Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, seharusnya ada pemberhentian proyek terlebih dahulu. Apalagi, kata Hari, itu melenceng dari perjanjian awal.
Pegiat Save Slamet, Hendy, sangat menyayangkan tindakan Perumda Tirta Mulya Pemalang. Selain melenceng dari perjanjian kerjasama, dia juga sangat menyayangkan kenapa tidak memanfaatkan lereng Gunung Slamet yang ada di wilayahnya sendiri untuk air bersih.
Potensi yang milik Pemalang, justru untuk perkebunan dan desa wisata.
“Itu menjadi konsekuensi mereka, otomatis menjadi kekurangan air bersih di sana,” ujarnya.
Selain itu, proyek pipanisasi memiliki dampak terhadap lingkungan, terlebih jika terjadi penebangan yang akan berdampak pada hulu.
“Ini proyek ngebut atau kilat, seharusnya melewati banyak aspek seperti perizinan dan lainnya, termasuk bagaimana dengan analisis dampak lingkungannya,” kata dia.