SERAYUNEWS- Dalam dunia pendidikan, guru tidak cukup hanya menjadi pengajar.
Mereka juga dapat tuntutan menjadi teladan dalam sikap, tindakan, dan pengelolaan emosi.
Untuk mendukung hal ini, pendekatan pembelajaran sosial emosional (PSE) kini semakin kita butuhkan, khususnya dalam mata pelajaran Bimbingan dan Konseling (BK).
Anda tentu telah mengetahui bahwa penting bagi seorang guru untuk menjadi teladan. Jadi, mari mencoba membuat rencana pembelajaran dikaitkan dengan pembelajaran sosial emosional.
Salah satu rencana pembelajaran yang inovatif hadir dengan mengintegrasikan nilai Empathy, Mindfulness, Compassion, dan Critical Inquiry ke dalam proses belajar.
Rencana ini dirancang untuk membentuk karakter siswa yang peka terhadap emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu membangun relasi positif di sekolah maupun kehidupan sehari-hari.
Topik Utama: Mengenali dan Mengelola Emosi untuk Membangun Relasi Positif
– Jenjang: SMP/SMA (fleksibel sesuai kebutuhan)
– Durasi: 2 x 45 menit
Melalui pembelajaran ini, siswa diharapkan dapat:
1. Mengenali dan menamai berbagai emosi yang dirasakan oleh diri sendiri maupun orang lain.
2. Memahami dampak emosi terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku.
3. Menerapkan strategi sederhana dalam mengelola emosi negatif secara sehat.
4. Menunjukkan empati dalam berbagai situasi sosial.
5. Menumbuhkan kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang di sekitarnya.
1. Jenis-jenis emosi dasar: senang, sedih, marah, takut, terkejut, dan jijik.
2. Keterkaitan antara pikiran, perasaan, dan tindakan.
3. Teknik manajemen emosi: pernapasan dalam, menulis jurnal, jeda emosional.
4. Pemahaman tentang empati dan kasih sayang.
5. Pentingnya refleksi diri dan berpikir kritis terhadap perasaan.
Pendekatan pembelajaran dirancang partisipatif, reflektif, dan berbasis pengalaman.
Guru tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga menjadi teladan melalui tindakan langsung yang mencerminkan empati dan mindfulness.
1. Pendahuluan (15 Menit)
– Ice Breaking Humanis
Guru membuka kelas dengan menyapa hangat dan menunjukkan senyuman tulus.
Selanjutnya, guru membagikan perasaan pribadi secara singkat untuk menciptakan koneksi emosional dengan siswa.
– Cek Emosi Siswa
Siswa diajak melakukan cek perasaan secara singkat dengan menyebut satu kata yang mewakili emosi saat itu atau menggunakan skala jari. Ini merupakan bentuk pelatihan mindfulness.
– Apersepsi Kritis dan Empatik
Guru menggugah refleksi melalui pertanyaan seperti: “Pernahkah kalian merasa sangat senang atau sangat marah? Kenapa itu bisa terjadi?”
Pertanyaan ini membuka ruang diskusi dan inkuiri kritis atas pengalaman emosional siswa.
– Penyampaian Tujuan
Tujuan pembelajaran disampaikan dengan bahasa sederhana dan relevan agar siswa termotivasi dan merasa terhubung dengan materi.
2. Kegiatan Inti (60 Menit)
– Eksplorasi Emosi (Mindfulness & Empati)
Guru menampilkan gambar ekspresi emosi. Siswa diminta mengidentifikasi dan mendiskusikan emosi tersebut.
Mereka terbagi dalam kelompok kecil untuk membahas skenario seperti “teman kehilangan barang” atau “berhasil dalam ujian”.
– Guru sebagai Fasilitator Teladan
Saat siswa berdiskusi, guru mengamati dan memberikan respon empatik secara langsung, seperti “Wah, jadi dia sangat kecewa ya?”. Hal ini melatih kepekaan guru dan siswa terhadap emosi.
– Latihan Empati dan Kasih Sayang (Compassion)
Guru menyajikan studi kasus mengenai konflik sosial sederhana dan memantik diskusi: “Bagaimana perasaan tokoh dalam kasus ini?” atau “Apa yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan kasih sayang?”.
– Refleksi Diri dan Inkuiri Kritis
Guru mendorong siswa untuk berpikir kritis tentang dampak empati dalam relasi sosial dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
3. Penutup dan Refleksi (15 Menit)
Siswa kami ajak untuk:
– Merangkum pemahaman tentang emosi dan empati.
– Membagikan satu tindakan empatik atau penuh kasih yang ingin mereka lakukan.
– Guru menutup dengan afirmasi positif dan mengingatkan bahwa pengelolaan emosi adalah keterampilan yang bisa terus dilatih.
Dengan pendekatan yang menggabungkan pembelajaran emosional dan nilai-nilai kemanusiaan, rencana pembelajaran ini menjadi langkah strategis untuk mencetak generasi yang cerdas secara emosional dan sosial.
Guru bukan hanya mengajar, tetapi menjadi teladan atau panutan yang menunjukkan bagaimana cara merespon dunia dengan hati.