
SERAYUNEWS– Pemerintah daerah diminta membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi peternak. Sejumlah permasalahan tersebut di antaranya ketersediaan bibit unggul, pakan ternak, kepastian harga, hingga penyakit hewan menular.
Ketua DPRD Jateng Sumanto mengatakan, sektor peternakan di Jawa Tengah memiliki peran strategis sebagai penyumbang kebutuhan protein nasional. Sektor peternakan juga mampu menggerakkan ekonomi masyarakat.
Menurut data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah, total populasi ternak di Jawa Tengah mencapai 5,8 juta ekor. Sebagian besar berupa kambing dengan jumlah 3,5 juta ekor. Sedangkan populasi unggas di Jawa Tengah juga sangat besar. Ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, hingga itik menjadi komponen penting dari sektor peternakan lokal.
“Meski punya potensi besar, sektor peternakan di Jawa Tengah masih menghadapi beberapa persoalan. Salah satunya ketersediaan bibit unggul,” ujarnya.

Karena itu, ia mendorong peningkatan peran Balai-Balai Peternakan untuk mendukung posisi Jateng sebagai lumbung pangan nasional. Balai-Balai tersebut menjadi sentral karena mengembangkan bibit-bibit unggul yang berkualitas.
“Balai-balai ini punya sumber daya, ahlinya banyak, dan punya sarana. Kami memberi kebebasan dalam mengelola. Nantinya balai bisa jadi BLU (Badan Layanan Umum) seperti rumah sakit. Jadi bisa berbuat yang terbaik,” ujarnya.
Sumanto mengatakan, DPRD Jawa Tengah sudah membuat Peraturan Daerah (Perda) Peningkatan Balai Pertanian, Peternakan, dan Perikanan. Adanya Perda tersebut merupakan dorongan agar balai bekerja secara profesional.
Ia menambahkan, dengan adanya bibit ternak yang unggul, diharapkan bisa memberi support ke para peternak agar mampu berproduksi sendiri. Dengan begitu, produksi daging dan susu bisa terus digenjot sehingga Indonesia tak harus impor dari luar negeri.
Sumanto mencontohkan BIB Ungaran yang berada di bawah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah. BIB tersebut memiliki 46 sapi pejantan yang terdiri dari sapi pedaging dan sapi perah. Sebagian besar berasal dari sapi luar negeri. Seminggu dua kali, sapi-sapi tersebut diambil spermanya untuk dijadikan semen beku. Selanjutnya, semen beku tersebut dimasukkan ke sapi betina sehingga menghasilkan bibit sapi yang unggul dan berkualitas.
Permasalahan lainnya adalah belum adanya kepastian harga ternak. Ia mendorong pemerintah untuk memberikan insentif yang cukup kepada para peternak. Beternak, lanjutnya, harus menghasilkan pendapatan yang cukup sehingga setimpal dengan modal yang para peternak keluarkan.
“Pemerintah juga perlu memberikan bimbingan dan fasilitasi bagi para peternak. Selain itu, jika perlu membentuk lembaga ekonomi bagi peternak seperti koperasi atau BUMDes,” katanya.
Lebih lanjut ia juga mendorong respons cepat pemerintah daerah dalam menangani kejadian penyakit hewan yang menular. Sumanto mencontohkan adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang pernah terjadi.
Saat itu, sejumlah peternak mengeluhkan minimnya respons dan dukungan dari pemerintah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, termasuk dalam hal pengadaan anggaran vaksin. Akibatnya, banyak sapi yang tidak tertolong dan mati.