Purbalingga, serayunews.com
Pemerintah sebelumnya telah menentukan kebijakan, satu harga minyak goreng. Baik minyak kemasan kelas sederhana sampai premium. Namun kini kebijakan tersebut dicabut, dan hanya mengatur HET minyak goreng curah.
“Keputusan pemerintah menyerahkan harga minyak goreng kepada mekanisme pasar merupakan kebijakan yang tidak solutif,” kata anggota DPR RI Rofik Hananto, Kamis (17/03/2022).
Ironisnya ketika kebijakan satu harga, minyak goreng langka di pasaran. Tetapi kini ketika harga naik, barang dengan mudah bisa ditemukan.
“Hal ini menunjukkan pemerintah lemah di hadapan kartel pangan,” ujarnya.
Anggota Fraksi PKS DPR RI Rofik Hananto mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) agar permasalahan minyak goreng dapat diketahui secara jelas.
“Mendorong dibentuknya Panitia Khusus (Pansus, red) tata niaga pangan, sehingga persoalannya pangan seperti tingginya harga minyak goreng ini dapat diketahui secara jelas,” kata Rofik.
Rofik yang juga anggota Komisi VII itu menilai, keputusan pemerintah itu sangat memberatkan warga karena saat ini banyak bahan pokok yang memang rata-rata naik, terlebih masih kondisi pandemi Covid-19. Pemerintah seolah memberikan pilihan yang sulit kepada rakyat.
“Rakyat seolah diminta memilih antara barang susah didapat, tetapi harga murah atau barang banyak tapi harga mahal, ini bagai makan buah simalakama. Tugas pemerintah justru bagaimana dapat menghadirkan barang yang dibutuh masyarakat dengan harga yang terjangkau,” kata dia.
Lebih lanjut dia menyampaikan, suatu kondisi yang sangat ironis. Indonesia sebagai 58 persen penghasil sawit dunia, namun harga minyak tinggi. Hal ini mengindikasikan carut-marut pengelolaan minyak goreng.
“Sesuatu yang aneh di negeri penghasil bahan baku minyak goreng nomor satu, tetapi minyak goreng malah langka,” kata legislator dari Dapil Jawa Tengah VII itu.