SERAYUNEWS – Threads merupakan fitur yang baru-baru ini muncul di aplikasi Instagram.
Dengan Threads, para pengguna produk Meta ini dapat menuliskan hal apapun seperti di Twitter.
Fitur di Threads yang terus mengalami perkembangan dan makin mirip dengan Twitter atau bahkan bisa melampauinya.
Di hari kedua Threads rilis, sudah berhasil diunduh 50 juta orang. Bagi Mark Zuckerberg, keberhasilan itu dapat dijadikan investasi di masa depannya.
Zuck merilis Threads di waktu yang tepat, saat Elon Musk (pemilik Twitter saat ini) membuat kontroversi pembatasan jumlah tweet yang bisa dibaca users per harinya.
Pengguna berbayar dengan centang biru hanya dapat melihat 10.000 cuitan per hari, pengguna biasa 1.000 cuitan, dan pengguna baru 500 cuitan. Situasi ketika perhatian kita dijadikan bisnis bisa disebut dengan attention economy.
“Untuk mengatasi pengorekan data dan manipulasi sistem esktrem, kami telah melakukan pembatasan berikut,” tulis Elon lewat akun Twitter-nya @elonmusk, Minggu (2/7).
Dari drama Threads dan Twitter tersebut, dunia jurnalistik ternyata ikut terkena dampaknya. Pertarungan keduanya membuat nasib jurnalisme ke depan terancam.
Dari segi jurnalistik, Twitter sebagai salah satu media sosial membuat berita dengan mudahnya tersebar dalam waktu yang sebenarnya (real time), sehingga mempermudah jurnalistik dalam melakukan pengumpulan data dan verifikasi.
Di lain sisi, dengan hadirnya Threads sebagai saingan Twitter dan Zuck yang menghalalkan segala cara agar Threads tetap bertahan, industri berita dan jurnalisme juga terancam.
Pasalnya, Zuck sudah menyebutkan bahwa ia tidak akan memperdulikan industri berita. Dengan Meta yang semakin mendominasi, nasib jurnalisme sudah di ujung tanduk dan semakin ketar-ketir.
Pasalnya, jurnalistik dan media saat ini kebanyakan masih berasal dari upaya “beradaptasi dengan media sosial”.
“Politik dan hard news pasti akan muncul di Threads, di level tertentu mereka juga ada di Instagram, tapi kami tidak akan melakukan apa pun untuk mendorong ke arah pasar ini,” ungkap CEO Instagram, Adam Mosseri, di Threads.
Bukan hanya ketar-ketir, dunia jurnalistik betul-betul terancam, karena pada kenyataannya media sosial yang kita unduh di ponsel merupakan sumber banyak data yang dimasukkan ke dalam tulisan atau konten yang dibuat, termasuk data yang bersifat privasi sekali, seperti informasi keuangan, lokasi, hingga kontak.
Meta sendiri pernah terjerat kasus pelanggaran privasi penggunanya, contohnya pada kasus Pemilu Pilpres AS 2014, yang 87 juta data pengguna Facebook dimanfaatkan.
Melihat kondisi Meta yang seperti itu, bukan tidak mungkin data-data yang dikumpulkan itu menjadi ancaman bagi para jurnalis yang seringkali di-doxing.
Apalagi di negara yang demokrasinya terancam, kejahatan menjadi makin sulit diungkap oleh para jurnalis. Ulah Meta tersebut tidak hanya mengancam dunia jurnalistik, tetapi bis ajuga mengancam kita sebagai warga sipil.*** (Salsabilla Silky)