SERAYUNEWS – Jutaan penduduk saat ini tengah menjalani aktivitas mudik Lebaran 2025. Rektor UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, Prof. Ridwan, menyoroti tradisi mudik sebagai salah satu budaya unik dan khas di Indonesia.
Menurutnya, mudik bukan sekadar pergerakan fisik dari kota ke desa atau dari satu kota ke kota lain, tetapi juga memiliki dimensi budaya dan spiritual yang mendalam.
Mudik merupakan fenomena budaya yang terjadi setiap tahun menjelang Idulfitri. Tradisi ini sudah menjadi bagian dari siklus tahunan masyarakat Indonesia yang mengiringi perayaan Lebaran.
Lebih dari sekadar perjalanan pulang kampung, mudik memiliki makna keagamaan yang tinggi, terutama dalam konteks silaturahmi dan bakti kepada orang tua.
Dari perspektif moral-keagamaan, mudik adalah bentuk ketaatan seseorang dalam menjalankan perintah agama, yakni menjalin silaturahmi, mempererat persaudaraan, dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Lebih jauh, Prof. Ridwan menjelaskan bahwa tradisi mudik dapat dilihat sebagai refleksi kehidupan manusia secara spiritual. Ia menegaskan bahwa perjalanan mudik sejatinya mengingatkan manusia akan perjalanan yang lebih besar, yakni kembali kepada Sang Pencipta.
Setiap orang pada akhirnya akan mengalami mudik hakiki, yaitu kembali kepada Allah SWT. Kehidupan di dunia ini hanyalah persinggahan sementara sebelum menuju kampung akhirat.
“Oleh karena itu, perjalanan hidup di dunia harus dipersiapkan sebaik mungkin, layaknya persiapan seseorang saat akan mudik ke kampung halaman,” jelasnya.
Perjalanan mudik di dunia nyata tidak terlepas dari berbagai tantangan, seperti kemacetan, kelelahan, hingga faktor keamanan di jalan.
Hal ini menjadi cerminan bahwa perjalanan menuju akhirat pun penuh ujian dan rintangan. Oleh karena itu, persiapan bekal yang cukup sangat diperlukan agar perjalanan tersebut dapat ditempuh dengan baik.
Semua orang pasti akan mudik. Namun, pertanyaannya, apakah kita sudah memiliki bekal yang cukup jika harus mudik ke kampung akhirat sekarang?
Dengan pemahaman ini, tradisi mudik bukan hanya sekadar kebiasaan pulang kampung, tetapi juga menjadi sarana refleksi bagi setiap individu untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Melalui mudik, seseorang dapat memahami hakikat perjalanan hidup dan mempersiapkan diri menghadapi mudik yang sejati, yakni kembali kepada Sang Khalik.***