SERAYUNEWS – Menjelang kedatangan bulan Ramadan, banyak perayaan unik untuk menyambutnya, yang tumbuh dan berkembang di lapisan masyarakat. Khususnya umat Muslim di Indonesia pada berbagai wilayah, memiliki ciri khas masing-masing setiap daerah.
Salah satu yang menjadi kebiasaan dan sudah lumrah ialah ziarah kubur. Tradisi nyekar jelang Ramadan sebagai wujud pemeluk Agama Islam mendoakan anggota keluarganya yang telah berpulang.
Lantas, apakah diperbolehkan atau tidak dengan kegiatan tersebut? Bagaimana Hukum Islam memandangnya. Simak penjelasan selengkapnya pada artikel berikut ini.
Jauh sebelum ziarah kubur menjadi tradisi masyarakat Tanah Air menjelang bulan Ramadan, pada masa awal-awal Islam, Rasulullah saw memang pernah melarang umat Islam berziarah ke kuburan.
Hal tersebut mengingat kondisi keimanan umat islam kala itu yang masih lemah. Penyebab lainnya, kondisi sosiologis masyarakat Arab masa itu dengan dominasi pola pikir kemusyrikan, serta kepercayaan kepada para dewa dan sesembahan.
Oleh karenanya, Rasulullah SAW mengkhawatirkan terjadinya kesalahpahaman ketika para umat mengunjungi kubur baik dalam berperilaku maupun dalam niat berdoa.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, alasan ini semakin tidak kontekstual dan Nabi Muhammad SAW pun akhirnya memperbolehkan berziarah kubur.
Selanjutnya, terdapat beberapa hadis yang menjelaskan mengenai ziarah kubur. Pertama, menjelaskan tentang pelarangan hingga akhirnya mengizinkan ibadah yang satu ini.
عن بُرَيْدَةَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِى زِيَارَةِ قَبْرِ أُمِّهِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآخِرَة. [رواه مسلم وابو داود والترمذي وابن حبان والحاكم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Buraidah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Dahulu aku pernah melarang ziarah kubur, maka telah diizinkan bagi Muhammad berziarah kubur bundanya. Maka berziarahlah kubur, sebab hal itu mengingatkan akhirat”.” (HR. Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Kedua, hadis terkait ziarah kubur untuk mengingat kematian.
عن أبي هريرة قال قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى تَعَالَى عَلَى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى فَاسْتَأْذَنْتُ أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ بِالْمَوْتِ. [رواه الجماعة]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Aku memohon izin kepada Tuhanku agar aku diperkenankan memohonkan ampun bagi ibuku, maka tidak diizinkan. Lalu aku memohon izin untuk berziarah ke kuburnya, maka diizinkannya. Oleh karena itu ziarahlah ke kubur, sebab hal itu dapat mengingatkan mati”.” (HR. Jama’ah)
Dari dua hadis tersebut, hukum berziarah atau nyekar sebelum bulan Ramadan diperbolehkan. Terdapat manfaat yang sangat besar yakni dapat mengingatkan kita kepada kematian yang pasti akan mendatangi setiap makhluk.
Selain itu, untuk dapat mendekatkan diri kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala Sang Maha Pencipta segala kehidupan dan kematian di muka bumi ini.
Jadi, dapat menjadi kesimpulan bahwa ziarah kubur atau nyekar baik menjelang bulan Ramadan maupun di hari-hari lain boleh. Asalkan, untuk mengingatkan kepada akherat dan mendekati diri kepada Allah SWT.***