SERAYUNEWS- Band asal Purbalingga, Sukatani merilis single terbaru bertajuk “Tumbal Proyek” pada hari ini, Minggu, 20 April 2025 di bawah label Ayant Garden Records.
Lagu ini bukan sekadar karya musik biasa, melainkan sebuah kritik tajam terhadap kematian yang terjadi demi ‘pembangunan’, dengan gaya bertutur khas yang puitis namun menggelitik nurani.
Dalam deskripsi unggahan Instagram resminya, Sukatani menyampaikan narasi utuh yang menyentuh, menyentil, dan menggugat.
“Barangkali, kita sudah terlalu lama memaklumi kematian yang tidak wajar. Kematian janggal itu dimaklumi dengan dalih agama, nasib buruk, korban politik, hingga alasan-alasan yang sebetulnya tak masuk akal,” tulisnya dikutip Serayu News.
Bahkan, menurut Sukatani, kematian tersebut tak menjadi sesuatu yang membuat getir. Akan tetapi malah menjadi suatu aib yang acapkali dijadikan tolak ukur diri seseorang lebih baik dari orang lain.
Sukatani menyentil pihak-pihak yang mengorbankan manusia demi jembatan, pabrik, hingga jalan beraspal. Mereka menilai nyawa manusia tak lagi bernilai, bahkan lebih mudah ‘ditumbalkan’ daripada mempertanggungjawabkan.
Sukatani menamainya sebagai Tumbal Proyek, istilah untuk kematian yang biasa demi alasan pembangunan.
Entah itu proyek jembatan, jalan, atau industri besar seperti pabrik batu bara, nyawa manusia tak lebih dari angka statistik: bisa hilang tanpa jejak, tanpa pertanggungjawaban.
“Tumbal Proyek adalah kematian yang acapkali jadi maklum dengan mengatasnamakan pembangunan,” imbuhnya.
Menurut Sukatani, orang yang mati tak punya harga diri, orang tak bernyawa tak berguna hingga lebih baik tumbalkan saja. “Desas-desus ini tumbuh subur seperti jamur di musim penghujan,” tulisnya lagi.
Namun apakah masyarakat bisa menggali dan menemukan kebenaran di balik semua ini? Sukatani menyangsikan, sembari menyindir budaya gosip ketimbang mengungkap fakta.
“Ah, sepertinya bangsa kita adalah bangsa yang lebih suka bergosip. Mendengarkan cerita tentang Tumbal Proyek kita memang seperti ada dalam film horor jaman Suzzana,” sebutnya.
“Kita dibawa ke sebuah pedesaan di mana cerita-cerita hantu selalu muncul di tongkrongan setiap malam. Malam-malam penuh bulu kuduk merinding dan tidur yang selalu tak nyenyak.”
Lagu ini bukan hanya menyuguhkan horor sosial, tapi juga ajakan untuk membuka mata dan kembali melihat desa sebagai ruang refleksi.
Sebuah ajakan untuk melepas kepalsuan kota dan kembali memahami realitas secara lebih jernih.
“Mendengarkan lagu Sukatani, kita memang semestinya melepaskan atribut kekotaan. Kita harus menjadi orang desa dengan segala keunikan dan keragaman budayanya.
Tidak menjadi kolot, namun menjadi seseorang yang perlu paham dan mengerti bahwa ada kondisi seperti itu di sekitar kita.”
Peringatan Menohok: Jangan-Jangan, Anda Tumbal Selanjutnya
Dan akhirnya, sebuah peringatan menggetarkan menutup narasi ini:
“Yah, kita memang mesti mencurigai orang-orang baik di sekitar kita. Jangan-jangan mereka sedang mencari tumbal proyek.”
Dengan gaya bahasa tajam dan atmosfer kelam, “Tumbal Proyek” tak hanya memukau secara musikal, tapi juga menyuarakan kegelisahan sosial yang kerap tak terdengar.
Lagu Tumbal Proyek kini sudah ada di seluruh digital streaming platform.