
SERAYUNEWS- Dalam ajaran Islam, wali nikah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam prosesi pernikahan.
Kehadirannya bukan sekadar simbol, tetapi menjadi penentu sah atau tidaknya akad nikah. Rasulullah SAW dengan tegas bersabda:
لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ
“Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali,” (HR Ahmad).
Hadis tersebut menjadi dasar bahwa pernikahan tanpa wali dianggap tidak sah. Karena itu, Islam telah mengatur dengan rinci urutan wali nikah agar tidak terjadi kekeliruan dalam pelaksanaannya.
Melansir laman resmi Kementerian Agama, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai urutan wali nikah yang sah menurut Islam dan PMA 2024:
Menurut Syekh Taqiyuddin Al-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar (Beirut, Darul Khair, 1991: h.356), seseorang yang akan menjadi wali nikah harus memenuhi enam syarat utama, yaitu:
1. Beragama Islam, bukan non-Muslim.
2. Baligh, atau sudah dewasa secara syar’i.
3. Berakal sehat, tidak gila atau terganggu jiwanya.
4. Merdeka, bukan hamba sahaya.
5. Laki-laki, karena perempuan tidak bisa menjadi wali nikah.
6. Adil, tidak fasik atau sering melakukan dosa besar.
Syarat-syarat tersebut bertujuan agar wali benar-benar mampu bertanggung jawab terhadap keputusan pernikahan yang dijalankan.
Dalam pandangan fiqih, urutan wali nikah ditetapkan secara hierarkis agar jika satu wali berhalangan, peran tersebut bisa digantikan oleh wali berikutnya. Adapun urutannya sebagai berikut:
1. Ayah kandung
2. Kakek (ayah dari ayah)
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki seayah
5. Anak laki-laki dari saudara kandung (keponakan)
6. Anak laki-laki dari saudara seayah
7. Paman (adik atau kakak ayah)
8. Anak paman (sepupu)
Urutan ini menunjukkan bahwa garis nasab ayah menjadi dasar utama dalam penentuan wali nikah.
Pemerintah Indonesia juga menetapkan aturan resmi mengenai urutan wali nikah melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Pencatatan Pernikahan.
Dalam pasal tersebut, disebutkan urutan wali nikah yang lebih rinci sebagai berikut:
1. Bapak kandung
2. Kakek (ayah dari ayah)
3. Buyut (bapak dari kakek)
4. Saudara laki-laki sebapak dan seibu
5. Saudara laki-laki sebapak
6. Anak laki-laki dari saudara sebapak dan seibu
7. Anak laki-laki dari saudara sebapak
8. Paman sebapak dan seibu
9. Paman sebapak
10. Anak paman sebapak dan seibu
11. Anak paman sebapak
12. Cucu paman sebapak dan seibu
13. Cucu paman sebapak
14. Paman bapak sebapak dan seibu
15. Paman bapak sebapak
16. Anak paman bapak sebapak dan seibu
17. Anak paman bapak sebapak
Aturan ini menegaskan bahwa nasab ayah tetap menjadi prioritas dalam penentuan wali nikah, dengan urutan yang sangat terperinci untuk menghindari sengketa atau ketidakpastian dalam akad.
Penetapan wali nikah dalam Islam bukan sekadar formalitas, tetapi memiliki makna mendalam:
1. Menjaga kehormatan perempuan, agar tidak terjadi pernikahan yang merugikan pihak mempelai wanita.
2. Menjamin keabsahan akad nikah, sesuai dengan tuntunan syariat.
3. Menunjukkan tanggung jawab keluarga, terutama dari pihak ayah dan kerabat laki-laki.
Dengan demikian, kehadiran wali nikah adalah rukun penting yang tidak bisa diabaikan dalam pernikahan Islam.
Baik dalam hukum Islam maupun dalam aturan resmi negara (PMA 2024), kedudukan wali nikah memiliki peranan yang sangat vital.
Islam menempatkan wali sebagai penjaga kehormatan dan penjamin keabsahan akad.
Karena itu, memahami urutan wali nikah dan syarat-syaratnya menjadi hal yang wajib bagi setiap muslim yang hendak melangsungkan pernikahan.