SERAYUNEWS – Tidur berjalan atau sleepwalking adalah salah satu gangguan tidur yang sering terjadi pada anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.
Ketika mengalami sleepwalking, beberapa orang mungkin hanya duduk atau berjalan-jalan di sekitar tempat tidur.
Namun, beberapa individu yang mengalami sleepwalking juga melakukan aktivitas saat tidur, seperti menonton TV atau keluar rumah mengendarai mobil.
Menghadapi individu yang mengalami sleepwalking bisa membuat kita merasa cemas atau bingung.
Banyak orang merasa bimbang apakah sebaiknya mereka membangunkan orang tersebut atau membiarkannya sampai dia tertidur kembali.
Selain itu, ada keyakinan bahwa membangunkan orang yang berjalan dalam tidur dapat mengakibatkan kerusakan otak, serangan jantung, atau reaksi yang berbahaya.
Sleepwalking adalah salah satu tipe gangguan tidur, seperti sleep-talking (berbicara saat tidur), sleep-eating (makan saat tidur), dan insomnia.
Berdasarkan informasi dari Healthline, sleepwalking adalah gangguan tidur yang terjadi pada fase terdalam dari tidur nonrapid eye movement (NREM).
Umumnya, fenomena ini seringkali terjadi dalam 1 hingga 2 jam setelah seseorang tertidur. American Psychiatric Association tidak menggolongkan sleepwalking sebagai gangguan tidur.
Kecuali jika hal itu terjadi cukup sering sehingga menyebabkan stres dan mengganggu kemampuan anda dalam menjalani aktivitas di siang hari.
Penyebab pasti dari tidur berjalan masih belum jelas, tetapi kebiasaan ini bisa diwariskan dalam keluarga atau bersifat genetik.
Selain itu, terdapat beberapa faktor pemicu yang juga terkait dengan tidur berjalan.
1. Stres
Stres dan kecemasan sudah diketahui dapat mengganggu tidur malam yang berkualitas. Beberapa ahli dan peneliti tentang tidur juga berpendapat bahwa stres yang dialami di siang hari bisa mengakibatkan somnambulisme atau tidur berjalan.
Dalam sebuah studi yang melibatkan 193 pasien di klinik tidur, ditemukan bahwa salah satu penyebab utama tidur berjalan adalah peristiwa stres yang dialami pada siang hari.
2. Kurang tidur
Orang yang tidak mendapatkan cukup waktu tidur, lebih rentan terhadap tidur berjalan.
Peneliti melakukan studi menggunakan pemindaian otak MRI pada individu dengan riwayat tidur berjalan dan menemukan bahwa kurang tidur meningkatkan frekuensi tidur berjalan.
3. Migrain
Penderita migrain kronis memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami tidur berjalan. Pada tahun 2015 lalu, sekelompok ilmuwan mewawancarai 100 pasien yang rutin berjalan dalam tidur.
Mereka menemukan adanya hubungan yang signifikan antara tidur berjalan dan sakit kepala, khususnya migrain.
4. Demam
Tidur berjalan telah diasosiasikan dengan penyakit yang menyebabkan demam, terutama pada anak-anak.
Demam juga dapat menimbulkan gangguan tidur di mana anak akan berteriak, meronta-ronta, atau berusaha melarikan diri dari hal-hal menakutkan saat tidur.
5. Gangguan pernapasan
Tidur berjalan juga bisa disebabkan oleh sleep apnea obstruktif, yaitu gangguan pernapasan yang membuat Anda berhenti bernapas untuk waktu yang singkat saat tidur.
Sleep apnea yang parah bisa menyebabkan kelelahan di siang hari, tekanan darah tinggi, stroke, dan penyakit jantung.
Jika mengalami sleep apnea obstruktif parah, kemungkinan Anda akan mengalami tidur berjalan lebih tinggi daripada sleep apnea ringan. Ada pula laporan mengenai tidur berjalan di kalangan anak-anak yang menderita asma.
Asma dapat menyebabkan kurang tidur. Obatnya, montelukast, bisa memicu tidur berjalan pada beberapa anak.
Cara mencegah tidur sambil berjalan Tidak ada pengobatan khusus untuk sleepwalking, tetapi umumnya bermanfaat untuk berusaha tidur cukup dan memiliki rutinitas yang teratur serta tenang sebelum tidur.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda yang ingin memahami lebih lanjut tentang sleepwalking dan bagaimana menghadapinya.***