
SERAYUNEWS- Istilah superflu belakangan ramai diperbincangkan seiring meningkatnya kasus influenza di sejumlah negara, khususnya di belahan bumi utara.
Meski terdengar mengkhawatirkan, para ahli menegaskan bahwa superflu bukan virus baru, melainkan sebutan populer untuk influenza A H3N2, terutama varian subclade K yang dikenal mudah menular dan cepat menyebar.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) berpandangan, tingginya angka penularan inilah yang memicu munculnya istilah superflu di masyarakat.
Menurutnya, satu orang yang terinfeksi varian ini berpotensi menularkan virus ke dua hingga tiga orang di sekitarnya. Bahkan, angka penularannya bisa lebih tinggi, meski hingga kini masih memerlukan penelitian lanjutan.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya:
Superflu merupakan istilah non-medis yang digunakan untuk menggambarkan lonjakan kasus influenza A H3N2, khususnya subclade K. Varian ini terdeteksi melalui pemeriksaan genome sequencing, metode yang juga digunakan saat pandemi Covid-19.
Secara klinis, superflu tidak memiliki gejala khusus yang membedakannya dari influenza A pada umumnya. Namun, sejumlah pasien dilaporkan mengalami gejala lebih berat dan pemulihan lebih lama.
Gejala yang paling sering muncul antara lain:
1. Demam tinggi mendadak
2. Menggigil dan nyeri otot
3. Sakit kepala berat
4. Nyeri tenggorokan dan batuk berkepanjangan
5. Pilek serta rasa lelah ekstrem
Pada sebagian kasus, keluhan seperti sesak napas, nyeri dada, gangguan pencernaan, hingga rasa lemah yang bertahan berminggu-minggu juga dapat terjadi.
Influenza H3N2 berpotensi menimbulkan kondisi berat pada kelompok tertentu, terutama:
1. Bayi dan balita
2. Lansia
3. Ibu hamil
4. Pasien dengan penyakit penyerta (komorbid)
Kelompok komorbid meliputi penderita penyakit jantung, penyakit paru kronis, kanker, gangguan imunitas, hingga penyakit metabolik seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr. Piprim Basarah Yaniarso, Sp.A(K), menegaskan bahwa anak-anak dengan komorbid berisiko mengalami kondisi lebih serius bila terinfeksi influenza tipe A varian baru.
Musim hujan dan kondisi lingkungan seperti banjir juga dinilai meningkatkan risiko penularan influenza, terutama di wilayah dengan sanitasi yang kurang optimal.
Berbeda dengan negara empat musim, Indonesia berisiko menghadapi influenza sepanjang tahun. Oleh karena itu, penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menjadi kunci utama dalam memutus rantai penularan.
Langkah pencegahan yang dianjurkan antara lain:
1. Menggunakan masker saat sakit
2. Rutin mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer
3. Menghindari kontak dekat dengan orang yang sedang flu
4. Menerapkan etika batuk dan bersin
Virus influenza dapat menyebar melalui percikan ludah maupun permukaan benda yang terkontaminasi, seperti meja, gagang pintu, dan alat sehari-hari.
Selain PHBS, vaksinasi influenza masih menjadi upaya paling efektif untuk menurunkan risiko penularan dan keparahan penyakit. Vaksin influenza perlu diberikan setiap tahun, karena virus influenza terus bermutasi.
IDAI merekomendasikan:
1. Vaksin influenza mulai usia 6 bulan
2. Pemberian dua dosis pada imunisasi awal
3. Dilanjutkan vaksin tahunan untuk perlindungan optimal
Bagi bayi di bawah 6 bulan, perlindungan dapat diperoleh melalui imunisasi influenza pada ibu saat hamil, terutama untuk bayi prematur dan bayi dengan risiko tinggi.
Selain vaksinasi, obat antivirus berperan penting dalam pengobatan influenza, khususnya bagi pasien berisiko tinggi. Jika diberikan dalam 48 jam pertama, antivirus dapat:
1. Memperpendek durasi gejala
2. Mengurangi risiko komplikasi
3. Menurunkan kemungkinan rawat inap
Beberapa antivirus yang umum digunakan meliputi:
1. Oseltamivir (Tamiflu)
2. Zanamivir (Relenza)
3. Peramivir (Rapivab)
4. Baloxavir marboxil (Xofluza)
Meski efektif, antivirus bukan pengganti vaksin, melainkan pelengkap dalam penanganan influenza.
Para ahli menilai bahwa superflu bukan virus mematikan baru, namun tetap perlu diwaspadai karena tingkat penularannya tinggi dan berisiko menimbulkan komplikasi pada kelompok rentan.
Kabar baiknya, hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem imun manusia masih mampu mengenali varian ini, dan vaksin flu yang beredar tetap memberikan perlindungan signifikan terhadap gejala berat.
Namun, mengingat sifat virus influenza yang sulit diprediksi, kewaspadaan berkelanjutan tetap diperlukan, terutama memasuki awal tahun.
Superflu bukanlah ancaman baru, tetapi menjadi pengingat penting bahwa influenza tetap penyakit serius jika diabaikan. Kombinasi PHBS, vaksinasi rutin, nutrisi seimbang, dan deteksi dini menjadi kunci utama melindungi diri dan keluarga dari risiko influenza berat.