SERAYUNEWS – 13 orang warga Banyumas melayangkan gugatan terhadap Hakim Konstitusi, Anwar Usman yang melakukan perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu, mereka meminta agar Anwar Usman membayar ganti rugi kepada para penggugat sebesar Rp 1.300.004.474.940.
Para penggugat itu terdiri dari Aan Rohaeni seorang advokat, Endang Ekowati advokat sekaligus dosen, Darbe Tyas seorang wartawan, Narsidah advokat dan aktivis buruh migran.
Kemudian Tri Wulandari seorang advokat sekaligus aktivis Gusdurian Banyumas, Timotius Eric Haryanto serta Aldino Mauldy Pamudya calon advokat, Afaf Mutia seorang penulis dan editor. Selain itu ada sejumlah mahasiswa hukum yakni Dyan Safro, Malvin Al-Rasyid, Amelia Khairunnisa, Siwi Dwi Utamo dan Ambar Wihana.
Edy Halamoan Guring, juru biacara para penggugat mengungkapkan, dalam gugatan tersebut ada 18 kuasa hukum yang mendampingi. Mereka merupakan warga Kabupaten Banyumas, sekaligus para pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024.
“Kami punya kepentingan hukum atas ‘tegaknya’ marwah Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan merdeka dari campur tangan pihak manapun,” ujarnya, Senin (13/11/2023).
Edy menegaskan, para penggugat tidak memiliki kepentingan apapun terkait tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2024 mendatang.
Mereka juga bukan pengurus partai politik manapun, bukan bagian dari tim sukses ataupun relawan dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Gugatan ini di ajukan semata demi memperjuangkan tegaknya ‘marwah’ Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga peradilan yang mandiri dan merdeka,” kata dia.
Para penggugat memiliki tujuan tunggal, agar Anwar Usman secara ksatria segera mundur dari jabatan sebagai Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.
“Ini untuk menghindari terjadinya konflik horisontal dan vertikal pasca Pemilu 2024,” ujarnya.
Jika Anwar Unsam tidak segera mundur, Mahkamah Konstitusi dan seluruh masyarakat akan jadi korban. Karena berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional, akibat rendahnya tingkat kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, tidak ada jaminan hukum bahwa Pemilu 2024 dapat terlaksana secara langsung, umum, bebas, rahasia dan adil.
“Pilihan Anwar Usman untuk tetap bertahan sebagai hakim konstitusi, meskipun non palu, tidak akan pernah bisa memulihkan kepercayaan publik terhadap kemandirian MK. Di sisi lain, bertahannya Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi berpotensi menyebabkan kerugian keuangan negara,” ujarnya.
Menurut para penggugat, negara menghambur-hamburkan uang untuk membayar hakim yang nyata-nyata tidak akan pernah bekerja.
“Jangan pernah lupa, bahwa Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Republik Indonesia. Sedangkan semua sengketa di Mahkamah Konstitusi, selalu terkait Presiden baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan,” kata dia.
Para Penggugat menggugat Anwar Usman atas dasar adanya dua peristiwa yang didalamnya memuat perbuatan melawan hukum. Apa yang di lakukan oleh Tergugat, akan jadi bahan celaan masyarakat.
Peristiwa permohonan pengujian ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengenai syarat batas usia Calon Presiden dan Wakil Presiden ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun’ dalam perkara permohonan Pengujian Undang-undang Nomor : 90/PUU-XXI/2023.
Kedua adalah peristiwa pasca terbitnya Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/MKMK/L/11/2023, tanggal 7 November 2023. Pasca putusan tersebut, tergugat semestinya sadar bahwa dia sudah ‘cacat’ secara konstitusional untuk menjadi Hakim Konstitusi.
Berdasarkan alasan atau dalil-dalil yang ada, para penguggat memohon agar Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakpus dan atau hakim yang memeriksa perkara, berkenan menjatuhkan putusan hukum yang amarnya berbunyi :