Purbalingga, serayunews.com
Berdasarkan hasil audit maternal perinatal tahun 2022 – 2023, kematian ibu di Purbalingga terbanyak terjadi di rumah sakit, tercatat ada 19 kasus. Pada bulan Maret sendiri, sudah terjadi 6 kasus. Padahal, angka bulan ini maksimal 9 kasus.
“Padahal 84 persen sebab kematian bisa kita cegah, kalau penanganannya cepat dan rujukannya tepat ini kasus kematian ibu tidak terjadi. Ini yang perlu jadi bahan evaluasi bersama,” kata Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi, Jumat (17/03/2023) pagi.
Persoalan mengenai angka kematian ibu dan bayi, terungkap pada forum berbalut Coffe Morning Dinas Kesehatan Purbalingga bersama bupati yang membahas topik Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu/Bayi (AKI/AKB), di Pendapa Dipokusumo.
Baca juga: [insert page=’fenomena-hujan-es-terjadi-di-kabupaten-purbalingga’ display=’link’ inline]
Menyikapi kondisi tersebut, Bupati Tiwi mengintruksikan adanya Manual Rujukan, untuk Ibu Hamil yang sedang dalam kondisi gawat darurat. Dia mengatakan, manual ini sebagai panduan yang tepat, agar bumil gawat darurat ini mendapatkan penanganan cepat dan tepat mencegah kematian ibu/bayi.
“Manual Rujukan ini harus di-Perbup-kan sebagai landasan hukum. Manual ini akan mengatur ibu-ibu (hamil) dengan kondisi tertentu apalagi gawat darurat ini, harus ke rumah sakit PONEK (pelayanan obstetri neonatal emergensi komprehensif) atau menuju PONEK,” kata Tiwi.
Lebih lanjut Bupati menyampaikan di Purbalingga belum ada rumah sakit PONEK. Sementara ini baru tahap menuju PONEK, yakni RSUD dr Goeteng Taroenadibrata dan RSU Ummu Hani. Oleh karena itu, dia berpesan agar kedua rumah sakit tersebut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk sarpras.
“Jadi harus ada dokter obgyn yang standby di rumah sakit tersebut 24 jam, bukan dokter yang on call,” ujarnya.
Tiwi juga mewanti-wanti kepada direktur rumah sakit, agar jangan ada penolakan terhadap kasus ibu hamil/melahirkan dan tidak ada keterlambatan penanganan.
“Kabupaten Purbalingga sudah Universal Health Coverage (UHC), maka saya minta agar fasilitas kesehatan yang ada harus meningkatkan mutu pelayanannya. Selain itu, deteksi dini kepada bumil risiko tinggi untuk dapat pendampingan,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purbalingga, Jusi Febrianto menjelaskan, 6 kasus kematian ibu hamil itu, sebanyak 3 kasus di antaranya karena pendarahan, 1 infeksi, dan 2 karena penyakit jantung.
Dinas Kesehatan Purbalingga juga mencatat per Maret ini di Purbalingga terdapat 6355 bumil. Sebanyak 226 di antaranya bumil dengan anemia ringan, 11 anemia berat, 106 hipertensi dan 4 bumil risiko tinggi dengan penyakit jantung.