
SERAYUNEWS- Liburan akhir tahun selalu menjadi momen yang paling dinanti. Setelah berbulan-bulan bergelut dengan rutinitas kerja dan studi, banyak orang memanfaatkan akhir Desember untuk beristirahat, bepergian, dan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Namun, di balik suasana hangat dan penuh perayaan, terdapat satu ancaman klasik yang kerap terulang pengeluaran membengkak tanpa terasa.
Diskon besar-besaran, promo kilat, hingga tren liburan di media sosial sering memicu perilaku belanja impulsif. Tanpa perencanaan matang, euforia liburan justru bisa berubah menjadi stres finansial ketika memasuki awal tahun baru.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya:
Menurut Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof Rudi Purwono, perilaku boros saat liburan tidak selalu disebabkan rendahnya literasi keuangan. Faktor psikologis justru memainkan peran yang lebih besar.
Menurutnya, diskon akhir tahun sering menciptakan ilusi hemat. Banyak orang merasa sedang berhemat karena mendapatkan potongan harga, padahal barang yang dibeli sebenarnya tidak dibutuhkan. Situasi ini diperparah oleh fenomena Fear of Missing Out (FOMO) akibat paparan media sosial.
Di era digital, liburan tidak hanya soal menikmati waktu, tetapi juga soal eksistensi. Unggahan destinasi wisata, hotel mewah, dan kuliner mahal di media sosial kerap menciptakan tekanan sosial terselubung. Banyak orang akhirnya memaksakan diri agar tidak terlihat ketinggalan momen.
Padahal, keputusan konsumsi yang dilandasi gengsi berisiko merusak stabilitas keuangan. Tanpa disadari, kartu kredit, paylater, hingga tabungan terkuras demi memenuhi standar liburan versi media sosial.
Agar kondisi keuangan tetap sehat, dia menyarankan disiplin dalam penganggaran sejak awal. Salah satu pendekatan sederhana yang bisa diterapkan adalah membatasi alokasi dana hiburan.
Alokasikan maksimal 20–30 persen dari pendapatan bulanan untuk hiburan dan leisure selama liburan.
Sisa pendapatan tetap harus dialokasikan untuk kebutuhan rutin, tabungan, dan dana darurat. Batasan ini berfungsi sebagai pagar psikologis agar tidak mudah tergoda promo fantastis yang muncul selama musim liburan.
Salah satu perhatian utama dalam pengelolaan keuangan liburan adalah maraknya penggunaan fitur Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater. Dia menegaskan paylater pada dasarnya adalah utang jangka pendek yang berpotensi menimbulkan beban di masa depan.
Bunga, denda keterlambatan, dan cicilan bertumpuk dapat mengganggu arus kas di bulan-bulan berikutnya. Oleh karena itu, penggunaan utang untuk membiayai gaya hidup liburan sebaiknya dihindari.
Prof Rudi mengingatkan bahwa esensi liburan adalah proses mengisi ulang energi, bukan sekadar bepergian jauh atau mengunjungi tempat mahal. Liburan berkualitas tetap bisa dinikmati meski dengan anggaran terbatas.
Menghabiskan waktu bersama keluarga, menjalankan hobi yang tertunda, atau mengikuti kegiatan produktif justru dapat memberikan kepuasan emosional yang lebih tahan lama dibandingkan belanja berlebihan.
Ada beberapa alasan mengapa pengeluaran akhir tahun cenderung membengkak. Pertama, godaan promo musiman yang masif dan agresif. Kedua, tekanan sosial untuk tampil “meriah” saat perayaan. Ketiga, kurangnya perencanaan anggaran sejak jauh hari.
Banyak orang baru menyusun anggaran ketika liburan sudah di depan mata. Akibatnya, pengeluaran menjadi sulit dikendalikan dan rawan melampaui kemampuan finansial.
Mengatur anggaran liburan tidak harus rumit. Langkah awalnya adalah menentukan batas maksimal dana liburan yang tidak mengganggu kebutuhan pokok dan tabungan.
Setelah itu, anggaran perlu dibagi ke beberapa pos seperti transportasi, akomodasi, konsumsi, hiburan, dan dana darurat.
Membedakan kebutuhan dan keinginan juga menjadi kunci penting. Tidak semua hal yang diinginkan harus diwujudkan selama liburan. Fokus pada prioritas akan menjaga keuangan tetap stabil.
Liburan hemat bukan berarti mengurangi kebahagiaan. Staycation atau liburan dekat rumah bisa menjadi alternatif cerdas untuk menekan biaya. Selain itu, memanfaatkan promo secara selektif bukan impulsif akan membantu penghematan yang nyata.
Mengutamakan kebersamaan keluarga dibandingkan belanja berlebihan sering kali justru menciptakan momen liburan yang lebih hangat dan berkesan.
Liburan ideal adalah liburan yang tidak meninggalkan masalah finansial. Oleh karena itu, penting untuk memastikan dana darurat dan kebutuhan rutin awal tahun tetap aman.
Menghindari utang konsumtif dan melakukan evaluasi pengeluaran setelah liburan dapat menjadi bekal berharga untuk perencanaan keuangan ke depan.
Pada akhirnya, kebebasan finansial bukan soal seberapa besar uang yang dimiliki, tetapi seberapa bijak kita menggunakannya.