Aksi Demonstrasi Para Sopir Truk di Purbalingga Suarakan Keresahan atas Undang-Undang LLAJ dan Pungli Para Oknum
NewsPurbalingga

Aksi Demonstrasi Para Sopir Truk di Purbalingga Suarakan Keresahan atas Undang-Undang LLAJ dan Pungli Para Oknum

Bagikan:
Aksi Demontrasi Para Sopir Truk di Purbalingga Suarakan Keresahan atas Undang-Undang LLAJ dan Pungli Para Oknum

Aksi demontrasi dari para sopir truk ekspedisi terjadi serentak di berbagai daerah, tidak terkecuali di Kabupaten Purbalingga, Selasa (22/20/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk protes terkait maraknya kegiatan razia over dimensi dan over loading (ODOL). Para sopir menuntut Pemerintah untuk merevisi Undang-undang No 22 tahun 2009, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).


Purbalingga, serayunews.com

Keresahan para sopir dan pengusaha angkutan tertuang pada saat audiensi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Purbalingga dan Polres Purbalingga, di kantor Dishub, Selasa (22/02/2022). Ada 15 perwakilan sopir dan pengusaha angkutan barang, yang hadir dalam forum tersebut. Setidaknya ada sekitar delapan poin yang menjadi tuntutan mereka, di antaranya revisi UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ.

Perwakilan sopir dari paguyuban Plat R, Iwan Mulyanto menyampaikan, kebijakan pada UU LLAJ ini dirasa sangat memberatkan bagi sopir dan pengusaha jasa transportasi. Namun tidak bagi pengguna jasa ekspedisi, atau pemilik barang muatan. Sebab, belum ada penyesuaian harga

“Ongkos ini belum ada penyesuaian, jadi otomatis kita bawanya masih overload,” kata Iwan usai audiensi.

Bagi para sopir dan pemilik armada, ketika harus sesuai aturan, yakni dimensi kendaraan dan tonase muatan sesuai, justru menguntungkan. Sebab membawa muatan yang relatif ringan, dan kendaraan relatif lebih awet. Namun, karena belum ada penyesuaian tarif, maka dengan terpaksa membawa tonase yang over.

Dicontohkan, jika memuat barang dengan berat 8 ton, ongkos perjalanan sebesar Rp 1 juta. Ketika berat muatan 4 ton, ongkos dipotong separuhnya. Nominal itu belum tentu cukup untuk operasional di jalan. Sopir perlu membayar biaya-biaya selama perjalanan. Baik yang resmi maupun tidak resmi.

“Sopir itu manut, dengan adanya aturan justru kendaraan lebih aman dan awet karena tidak membawa beban lebih. Tapi yang disayangkan jika ada sopir yang membawa barang over lalu memberikan mel (suap) terus diloloskan,” kata perwakilan sopir lainnya, Slamet.

Ramainya razia ODOL juga menjadi kesempatan bagi oknum petugas melakukan kecurangan. Hal itu seolah sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum. Sedangkan biaya-biaya tidak resmi itu tidak bisa diklaim kepada perusahaan.

“Sejak adanya razia penerapan over dimension over loading (ODOL) semakin menyusahkan, karena ada oknum petugas di lapangan justru memberi contoh sopir melakukan pelanggaran di lapangan,” kata perwakilan komunitas sopir truk Serayu Mania, Slamet.

Satu di antara perwakilan pengusaha angkutan ekspedisi, Wisnu Hermawan menyampaikan hal senada. Bagi pengusaha angkutan aturan ini sangat terasa berat. Apalagi diterapkan di tengah kondisi pandemi seperti saat ini.

“Tol yang tadinya tidak ada operasian, sekarang-sekarang ini ada. Terus kendaraan yang over dimensi, langsung dipotong, belum adanya penyesuaian tarif,” kata dia.

Dia berharap, adanya audiensi bisa menyampaikan suara rakyat pada pemerintah pusat. Pihaknya memahami, jika aturan yang ada itu merupakan kebijakan pemerintah pusat. Namun, melalui pejabat di daerah, keresahan bisa tersampaikan sampai pusat.

“Mudah-mudahan pejabat yang di atas mendengarkan dan nanti ada toleransi,” ujarnya.

Wakapolres Purbalingga Kompol Pujiono, menyampaikan, tujuan dibuatnya aturan pembatasan kendaraan ODOL itu dibuat demi keamanan seluruh pengguna jalan.

Sementara itu, terkait adanya oknum yang melakukan pungli, dia meminta sopir untuk segera melaporkan jika ada anggotanya yang melakukan pelanggaran seperti pungli.

“Silakan jika ada oknum yang melakukan (pungli) segera laporkan. Minta identitasnya, tentunya dengan sikap tenang dan sopan. Saya sendiri paling tidak suka dengan adanya praktik semacam itu,” kata Pujiono.

Sedangkan Kepala Dinhun Purbalingga, Raditya Widayaka menyampaikan, terkait pungli, pada kapasitas Dishub dia menjamin tidak ada. Petugas semua sudah bekerja sesuai aturan.

“Kalau ada mobil-mobil yang tidak layak untuk lulus (KIR), dan apabila pengin lulus bayar sekian, di Purbalingga tidak ada lagi. Kami bersepakat kepada penguji tidak ada seperti itu, kita sesuaikan dengan ketentuan anturan. Karena jika kita masih bermain di situ, akan berdampak pada hukum. Kendaraan yang tidak layak, kita layakkan, kita juga yang harus bertanggungjawab,” kata dia.

Radit menambahkan, hasil dari audiensi, apa yang menjadi tuntutan para sopir dan pelaku usaha ekspedisi akan disasmpaikan ke pemerintah pusat. Mudah-mudahan nanti di tingkat pusat, bisa memberikan solusi khususnya bagi para awak angkutan atau pemilik juga para pengusaha.

Editor: Adi Kurniawan