SERAYUNEWS- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pada Jumat 26 Juli lalu.
PP yang terdiri dari 1.172 pasal ini salah satunya mengatur larangan menjual rokok secara eceran satuan per batang. Hal ini tertuang dalam Pasal 434.
Selain itu, pada pasal yang sama juga terdapat larangan menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pengesahan aturan tersebut akan menguatkan kembali sistem kesehatan di seluruh Indonesia.
“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok,” ujar Menkes (30/7/2024).
Pemerintah memang sejak 2022 lalu berencana mengeluarkan aturan melarang penjualan rokok batangan atau rokok ketengan demi menurunkan prevelansi perokok anak dan remaja.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan lebih dari 70 persen penjual rokok batangan atau ketengan berada di sekitar kawasan sekolah. Hal itu yang menjadi salah satu alasan Kemenkes memprakarsai larangan ini. Hal ini disampaikan juru bicara Kemenkes saat itu, dr Siti Nadia Tarmizi.
“78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual) ketengan,” kata Nadia (27/12/2022).
Lebih lanjut, Nadia menjelaskan kebijakan itu bertujuan untuk menekan angka penjualan rokok kepada remaja. Setiap tahun angka prevalensi rokok remaja mengalami peningkatan.
Sementara itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (Cisdi) mengungkapkan hasil penelitian yang mendapati 70% siswa SMP-SMA mengaku membeli rokok batangan saat mencoba rokok pertama kali.
Pembelian rokok batangan oleh remaja berhubungan dengan kebiasaan merokok tidak rutin serta merokok 5 batang atau kurang per hari.
“Pembelian rokok barangan secara berulang membuat remaja akhirnya mengeluarkan uang antara Rp. 30.000 hingga Rp. 200.000 setiap minggu. Jumlah ini setara dengan separuh pengeluaran per kapita mingguan rata-rata penduduk Indonesia,” ungkap Olivia Herlinda, Chief of Research and Policy Cisdi (11/12/2023).
Sementara itu, Project Lead Tobacco Control Cisdi, Iman Zein, mengatakan kebijakan ini terlambat. Semestinya, penerpannya adalah dua atau tiga tahun lalu, ketika prevalensi perokok anak dan remaja di Indonesia masih belum terlalu jauh dari target RPJMN 2020 – 2024.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan pada 2019 jumlah perokok di usia 10-18 berada di angka 10,70% dan terus naik setiap tahun. Bahkan, ada perkiraan bakal menyentuh angka 16% pada 2030.
Selanjutnya, target penurunan perokok anak dan remaja dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 adalah 8,7%.
“Data [prevalensi perokok muda] tahun 2022 sudah meningkat lebih dulu sepertinya, sebelum aturan ini diimplementasikan. Jadi kalau terlambat ya, terlambat sekali,” ujar Iman Zein (28/12/2023).***(Kalingga Zaman)