SERAYUNEWS – Ananda Gibran, balita 2 tahun itu duduk dengan tenang sambil menikmati makanan yang sesekali disuapi ibunya, Tri Faoza. Meskipun masih terlihat kurus, namun menurut sang ibu, berat badan Gibran sudah jauh meningkat daripada sebelumnya.
“Memang untuk anak usia 2 tahun, berat badan Gibran masih kurang, karena sekarang beratnya hanya 9 Kg. Idealnya kata bu dokter minimal 10-11 Kg. Tetapi saya sangat bersyukur, karena sering mendapat bantuan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), sehingga gizi Gibran membaik. Berat badannya berangsur naik,” tutur ibu muda berusia 30 tahun ini, saat mengantri pembagian PMT di Kecamatan Purwokerto Timur, Jumat (20/10/2023).
Ananda Gibran merupakan anak pertama Tri dan Gunawan yang kehadirannya sudah mereka tunggu lebih dari 4 tahun sejak menikah. Ekonomi keluarga yang kurang beruntung, memaksa Gunawan harus bekerja di luar kota sebagai kuli serabutan. Alhasil, Tri sendirian mengasuh dan membesarkan Gibran dengan segala keterbatasan yang ada.
Gibran sendiri sejak kecil sakit-sakitan dan kerap keluar-masuk rumah sakit. Terakhir ia mendapat perawatan bulan Juni lalu. Selain sering sakit, Gibran juga mengalami gangguan tumbuh kembang. Beruntung Tri masih memiliki BPJS kesehatan, sehingga anaknya bisa mendapatkan terapi di rumah sakit.
“Sekarang anak saya sudah bisa duduk dan berjalan, jadi terapinya tinggal terapi wicara. Kata dokter anak saya stunting, saya sendiri tidak paham apa itu stunting. Hanya saja setelah didata, saya sering mendapat bantuan PMT, jadi sangat membantu sekali. Gibran bisa makan bergizi lebih sering,” kata warga Kelurahan Kranji, Kecamatan Purwokerto Timur ini.
Dalam acara pembagian PMT di Kecamatan Purwokerto Timur, ada 55 anak yang mendapat bantuan PMT. Camat Purwokerto Timur, Kristanto mengatakan, anak-anak yang mendapat bantuan tersebut merupakan anak-anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang atau stunting. Untuk usia 0-6 bulan mendapat bantuan paket sembako. Sedangkan untuk usia di atas 6 bulan mendapat bantuan PMT yang berisi susu, biskuit, telor, abon dan margarin.
“Yang kita berikan bantuan hari ini adalah hasil pendataan bulan Agustus 2023, jadi masih ada 50 anak stunting di wilayah Purwokerto Timur,” jelasnya.
Terkait penanganan stunting di Banyumas, Kepala Bappedalitbang Kabupaten Banyumas yang juga Ketua Percepatan Penanganan Stunting, Dedy Noerhasan memberi penjelasan. Dia mengatakan, ada dua penanganan yang sudah berjalan yaitu jangka pendek dengan pemberian PMT serta vitamin. Kemudian, penanganan jangka panjang dengan melakukan perbaikan infrastruktur rumah, sanitasi, dan lainnya.
Dedy menyebut, dari hasil penelitian 60 persen penyebab stunting adalah karena faktor sanitasi. Sehingga penanganan jangka panjang juga harus massif. Saat ini angka stunting di Banyumas masih 16 persen dan targetnya tahun depan bisa menurun hingga 14 persen.
“Stunting ini problem seluruh daerah, karena kompleksnya penyebab, maka penanganannya juga harus terpadu, gotong-royong semua stakeholder yang ada. Sebab, tidak sebatas anaknya saja yang dapat penanganan. Tetapi juga lingkungan rumahnya, karena ini juga berhubungan erat dengan permasalahan kemiskinan ektrem,” terangnya.
Banyumas sendiri sudah lama menjalankan gotong-royong penanganan stunting. Sebanyak 29 dinas/intansi masing-masing memiliki kecamatan binaan untuk pengentasan stunting. Dinas tersebut secara berkala turun membagikan PMT atau sembako, memberikan edukasi tentang pentingnya hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
Dedy mengatakan, banyak faktor penyebab stunting dan tidak selalu karena faktor ekonomi ataupun pendidikan orang tua. Berdasarkan data yang ada, terbukti banyak pula kasus stunting yang layak dan sehat. Ada juga stunting anak dari dosen, tenaga honorer hingga kuli. Serta ada kecenderungan kasus stunting mengelompok pada suatu lokasi tertentu.
“Saya selalu tekankan untuk terjun ke lapangan langsung guna melihat kondisi masyarakat dari dekat dan fakta-fakta yang kita temukan cukup mengejutkan. Kesimpulan sementara, penyebab terbesar karena sanitasi yang kurang sehat dan sebenarnya kita perlu melakukan kajian lebih lanjut,” jelas Dedy.
Untuk penanganan jangka panjang stunting, dari Pemrov Jateng menekankan untuk menuntaskan permasalahan kemiskinan ektrem. Di wilayah Banyumas sendiri saat ini tercatat ada 60 desa yang masuk dalam kategori kemiskinan ektrem. Ada 2.012 rumah tidak layak huni (RTLH), ada 185 keluarga yang belum memiliki listrik, serta 1.759 keluarga belum memiliki jamban. Ditargetkan tahun 2024, kemiskinan ektrem selesai dan menjadi 0 persen.
“Dengan gotong-royong kita optimis bisa menyelesaikan target tersebut, untuk RTLH nanti akan kita lelang dan tiap dinas juga turut menangani. Ketika kemiskinan ektrim terselesaikan, maka angka stunting juga akan menurun,” ucapnya optimis.