SERAYUNEWS-Aliansi Masyarakat Purbalingga Pemerhati Soedirman mengusulkan agar branding Kabupaten Purbalingga Perwira diubah menjadi Purbalingga Tempat Lahir Soedirman. Usulan tersebut dilatarbelakangi berbagai pertimbangan.
Juru bicara Aliansi Masyarakat Purbalingga Pemerhati Soedirman Heru Catur Wibowo, Sabtu (4/10/2025) mengatakan “Purbalingga, Tempat Lahir Soedirman” adalah klaim yang konkret, otentik, dan tak bisa direbut. Tanggal 24 Januari 1916, Desa Bodas Karangjati, Kecamatan Rembang, adalah fakta sejarah. Branding ini bukan sekadar slogan, tapi penegasan identitas geografis dan historis yang kuat.
“Bandingkan dengan ‘The Sunrise of Java’ milik Banyuwangi, branding itu kuat karena berbasis posisi geografis. Maka Purbalingga pun layak mengusung klaim yang tak bisa ditiru: tempat kelahiran Panglima Besar Republik Indonesia,” terangnya.
Aliansi Masyarakat Purbalingga Pemerhati Soedirman terdiri dari lintas elemen masyarakat, di antaranya Sunaryo, Yudhia Patriana, Agus Sukoco, Bowo Leksono dan sejumlah nama lain. Mereka memiliki kepedulian untuk menjadikan Soedirman sebagai ikon Kabupaten Purbalingga.
Heru menjelaskan, secara politis, mengusung “Tempat Lahir Soedirman” adalah langkah strategis untuk merebut kembali narasi nasional. Selama ini, nama besar Soedirman lebih sering dikaitkan dengan Yogyakarta atau Jakarta. Padahal, tanah kelahirannya adalah Purbalingga.
Menurutnya dengan branding ini, Purbalingga bisa menjadi pusat edukasi sejarah perjuangan nasional, mengembangkan wisata sejarah berbasis narasi kelahiran Soedirman serta mendorong kebanggaan lokal yang berbasis fakta, bukan jargon.
“Branding “Tempat Lahir Soedirman” bukan hanya soal citra, tapi soal energi kolektif. Ia bisa menjadi fondasi karakter masyarakat,” tegasnya.
Dengan demikian nantinya ASN bekerja dengan semangat pengabdian Soedirman, UMKM berjuang dengan daya tahan gerilya serta generasi muda bermimpi setinggi strategi militer sang Jenderal. Secara ekonomi, branding ini bisa mengangkat sektor pariwisata, pendidikan, dan industri kreatif berbasis sejarah.
“Purbalingga tidak butuh semangat yang bisa diklaim siapa saja. Purbalingga butuh identitas yang lahir dari tanahnya sendiri. Maka, mari kita tinggalkan ‘Perwira’ yang artifisial dan ‘Spirit’ yang abstrak. Mari kita tegaskan Purbalingga, Tempat Lahir Soedirman,” lanjutnya.
Terkait usulan tersebut pihaknya juga telah melakukan audensi dengan Ketua MPR RI Ahmad Muzani. Pihaknya juga geram dengan rencana pemindahan patung Jenderal Soedirman di Jakarta.
“Ketika wacana pemindahan patung Jenderal Besar Soedirman dari Jalan Sudirman mencuat, kami, warga Purbalingga, tak bisa tinggal diam. Kami bukan hanya geram. kami terpanggil. Kami datang bukan untuk merampas. Kami datang untuk mengingatkan: bahwa Jenderal Besar Soedirman bukan sekadar ikon metropolitan. Ia adalah anak kandung Purbalingga. Ia lahir di Desa Bodas Karangjati, Kecamatan Rembang. Dan kami percaya, sudah waktunya sang Jenderal “pulang”,” ungkapnya.
Pihaknya tidak menolak Jakarta merawat patung Soedirman. Namun hanya ingin mengusulkan, jika patung itu harus dipindahkan, maka biarkan satu duplikatnya kembali ke tanah kelahiran. Biarkan Purbalingga memiliki monumen yang bukan hanya batu, tapi jiwa. Jiwa perjuangan, jiwa pengabdian, jiwa gerilya.
“Kami melihat bagaimana warga Jakarta bereaksi. Ada yang menolak, ada yang merasa kehilangan. Kami memahami itu. Tapi kami juga ingin mengingatkan: sejarah bukan milik satu kota. Ia milik bangsa. Dan bangsa ini harus tahu dari mana Jenderal Besar itu berasal. Kami tidak datang dengan amarah. Kami datang dengan harapan. Bahwa di tengah pembangunan dan penataan ruang, ada ruang untuk sejarah. Ada ruang untuk pulang,” tandasnya.
Pihaknya ingin membangun Monumen Kelahiran Soedirman di Purbalingga. Karena ingin anak-anak tahu bahwa tanah ini pernah melahirkan pemimpin besar. Juga ingin dunia tahu bahwa Purbalingga bukan hanya kota kecil. Ia adalah tempat lahir jiwa besar.
“Maka pada 6 Oktober 2025, kami akan menjemput simbolik patung sang Jenderal. Bukan untuk mengambil, tapi untuk menghidupkan kembali semangatnya di kampung halaman. Kami akan membawa pulang semangat, bukan sekadar batu. Karena kami percaya, sejarah yang dirawat adalah sejarah yang hidup. Dan Soedirman, harus hidup di tanah kelahirannya,” imbuhnya.