SERAYUNEWS– Speech delay adalah kondisi di mana perkembangan kemampuan berbicara pada anak, lebih lambat di bandingkan dengan anak-anak sebaya mereka. Anak dengan speech delay, mungkin mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata, membuat kalimat, atau menggunakan kata-kata dengan benar sesuai perkembangan usianya.
Speech delay terjadi karena berbagai faktor, termasuk genetik, masalah pendengaran, perkembangan otot bicara, atau faktor lingkungan. Hal tersebut di sampaikan Akbar Pandu Setyawan, terapis wicara dari Natura Kids kepada puluhan wali murid di PAUD Dandelion Kalibening, Rabu (6/12/2023).
“Orangtua jangan panik dan putus asa, jika mempunyai anak dengan speech delay. Itu bisa di atasi jika orangtua paham metode pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan,” katanya.
Beberapa anak mungkin mengalami masalah ini sementara, tetapi dapat mengejar ketertinggalan mereka seiring waktu dengan dukungan yang tepat. Sementara yang lain mungkin memerlukan intervensi lebih lanjut, seperti terapi bicara.
Speech delay pada anak dapat menjadi sumber kekhawatiran bagi orangtua. Namun, ada berbagai cara untuk merangsang perkembangan kemampuan berbicara anak.
Berdasarkan studi pada tahun 2016, anak-anak dengan permasalahan bahasa menunjukkan adanya gejala-gejala yang mengarah pada masalah emosional, sosial, perilaku, dan akademik. Studi pada tahun 2018 menjelaskan, anak-anak dengan permasalahan bahasa menunjukkan permasalahan perilaku yang lebih tinggi di bandingkan anak-anak pada umumnya.
“Dampaknya, mempengaruhi sikap sosial, emosional, perilaku, kognitif (fungsi eksekutif) dan akademik baik kemampuan membaca dan menulis. Sedangkan tanda dan gejala speech delay anak adalah, anak kesulitan menjalin kontak-mata (joint attention) dengan lawan komunikasi, mengabaikan lawan komunikasi, kesulitan mempertahankan komunikasi timbal-balik,” katanya.
Selain itu, anak cenderung menghindari komunikasi lisan dan sering menggunakan perilaku menangis atau tantrum. Itu dia lakukan, untuk memenuhi keinginannya termasuk kesulitan memahami pesan dari lawan komunikasi. Selain itu, dia juga tidak menunjukkan penambahan kosakata dan ucapan yang tidak jelas.
Kabid Kurikulum Dandellion Banjarnegara, Ernawati mengatakan, dengan adanya pengetahuan dari nara sumber, harapannya orangtua dapat lebih banyak memberikan waktu bermain interaktif selama tumbuh kembangnya.
“Stimulasi yang efektif adalah stimulasi yang memperhatikan proses konseptualisasi. Apabila konseptualisasi tidak berjalan dengan baik, maka perlu adanya asesmen terhadap tiap-tiap proses,” katanya.
Hasil dari asesmen tersebut, kata dia, berupa program yang di sesuaikan dengan kondisi anak. Sekolah memiliki peran untuk mengkaji kondisi anak, menyesuaikan program dan memberikan layanan dengan maksimal.
Sedangkan keluarga berperan untuk melakukan pengulangan dari program yang telah di sesuaikan. Kolaborasi peran sekolah dan keluarga, menciptakan lingkungan belajar yang sehat.