SERAYUNEWS – Apa arti gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk di Jalan”? Belakangan ini, media sosial ramai memperbincangkan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk di Jalan”.
Gerakan ini makin viral usai demo yang berlangsung pada akhir Agustus 2025. Berbagai meme dan stiker dengan pesan keras tersebar, salah satunya berbunyi: “Hidupmu dari pajak kami. STOP strobo dan sirene.”
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penggunaan sirene, strobo, dan rotator telah diatur secara tegas.
Pasal 134 menyebutkan bahwa hanya kendaraan tertentu yang memiliki hak utama untuk menggunakan peralatan tersebut.
Kendaraan yang masuk dalam kategori ini antara lain:
Selain itu, Pasal 135 Ayat 1 menegaskan bahwa kendaraan yang memiliki hak utama wajib mendapatkan pengawalan polisi. Dengan demikian, kendaraan pribadi tidak dibenarkan menggunakan sirene maupun strobo dalam kondisi apa pun, karena hal tersebut dapat mengganggu keteraturan lalu lintas.
Istilah tersebut merujuk pada penggunaan sirene, strobo, dan rotator yang sering terdengar maupun terlihat di jalan raya, terutama oleh kendaraan pribadi yang seharusnya tidak memiliki hak istimewa tersebut.
Seruan ini muncul sebagai bentuk protes publik terhadap maraknya penyalahgunaan perangkat tanda lalu lintas yang seharusnya hanya digunakan oleh pihak tertentu.
Aksi ini menandakan keresahan masyarakat atas perilaku sebagian pengguna jalan yang seakan ingin mendapat prioritas dengan menyalakan “tot-tot wuk-wuk” secara ilegal.
Aturan lebih rinci juga dijelaskan dalam Pasal 59 Ayat 5 UU LLAJ mengenai penggunaan lampu isyarat atau strobo. Pembagian warnanya adalah:
Meski aturan sudah jelas, kenyataannya masih banyak masyarakat yang memasang strobo atau sirene untuk kepentingan pribadi. Motifnya beragam, mulai dari ingin cepat sampai tujuan hingga mencari prioritas di jalan, padahal tindakan ini tidak sah secara hukum.
Sanksi bagi Pelanggar
Bagi pengguna jalan yang nekat memakai sirene, strobo, atau rotator tanpa hak, ada konsekuensi hukum yang menanti. Pasal 287 Ayat 4 UU Nomor 22 Tahun 2009 menyebutkan, pelanggar bisa dijatuhi sanksi berupa kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp250.000.
Selain melanggar hukum, penggunaan perangkat ini secara sembarangan juga membahayakan keselamatan pengguna jalan lain. Misalnya, pengendara bisa salah mengambil keputusan karena terkecoh dengan sirene palsu, yang pada akhirnya menimbulkan potensi kecelakaan.
Dengan memahami aturan yang berlaku, masyarakat diharapkan lebih disiplin dalam berkendara.
Aparat penegak hukum pun diharapkan lebih tegas menindak pelanggaran agar jalan raya tetap aman, tertib, dan tidak lagi diwarnai penyalahgunaan “tot-tot wuk-wuk” yang meresahkan.
Demikian informasi tentang arti gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk di Jalan”.***