SERAYUNEWS – Belakangan ini, istilah Cancel Culture ramai disebut-sebut di media sosial karena diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan film A Business Proposal, yang dibintangi oleh Abidzar Al-Ghifari, sepi penonton.
Film ini merupakan adaptasi dari webtoon populer Korea Selatan dengan judul yang sama.
Namun, alih-alih disambut antusias para penontonnya, kenyataannya film tersebut justru mendapat respons yang mengecewakan.
Banyak yang berspekulasi bahwa kontroversi terkait pernyataan sang pemeran utama menjadi pemicu utama kondisi ini.
Sejak penayangan perdananya, film A Business Proposal sudah menghadapi tantangan besar.
Berdasarkan data yang dibagikan oleh akun Cinepoint di platform media sosial X, film ini awalnya dijadwalkan tayang dengan 1.270 slot pemutaran di berbagai bioskop. Namun, realitasnya jauh dari harapan.
Jumlah tiket yang terjual hanya sekitar 6.900, dengan tingkat keterisian bioskop yang bahkan tidak mencapai empat persen.
Tak hanya dari segi jumlah penonton, film ini juga mengalami pukulan telak dalam hal urusan rating.
Di situs IMDb, film tersebut memperoleh nilai yang sangat rendah, yaitu hanya 1.1/10 berdasarkan lebih dari 5.000 suara.
Kritik dari penonton mayoritas menyoroti buruknya kualitas akting, kurangnya chemistry antar pemeran hingga penyajian humor yang dianggap tidak alami atau seolah dipaksakan.
Salah satu faktor yang diduga berkontribusi terhadap kegagalan film ini adalah pernyataan kontroversial yang dibuat oleh Abidzar Al-Ghifari saat masa promosi.
Dalam sebuah wawancara, ia secara terbuka mengaku bahwa dirinya tidak menonton versi drama Korea atau membaca webtoon aslinya.
Ia juga menegaskan bahwa ingin membentuk karakter yang dibawakannya sesuai dengan versinya sendiri.
Pernyataan tersebut ternyata langsung menuai reaksi keras dari para penggemar webtoon dan drama Korea A Business Proposal.
Mereka menilai bahwa Abidzar tidak menunjukkan rasa hormat terhadap sumber asli cerita tersebut.
Namun, kontroversi tidak berhenti sampai di situ. Dalam pernyataan lainnya, Abidzar mengungkapkan bahwa dirinya merasa terbebani karena harus berhadapan dengan fanatik penggemar drakor ini.
Selain itu, komentarnya yang menyatakan bahwa orang-orang yang tidak ingin menonton film tersebut tidak perlu menontonnya, semakin memperburuk situasi.
Pernyataan ini dianggap arogan oleh banyak orang, terutama oleh komunitas penggemar drakor yang merasa bahwa adaptasi tersebut tidak menghormati karya aslinya.
Akibatnya, muncul dugaan boikot film ini, yang kemudian dikaitkan dengan fenomena Cancel Culture.
Fenomena Cancel Culture bukanlah hal baru di era digital.
Menurut Cambridge Dictionary, Cancel Culture adalah sebuah praktik sosial di mana seseorang atau sebuah entitas secara kolektif dikucilkan atau tidak lagi didukung karena pernyataan atau tindakan yang dianggap ofensif oleh publik.
Singkatnya, Cancel Culture adalah ketika seseorang atau suatu produk ditolak oleh masyarakat. Hal ini terjadi sebagai akibat dari tindakan atau pernyataan kontroversial.
Dalam kasus film A Business Proposal, pernyataan Abidzar yang dianggap kurang menghargai materi asli serta berkomentar kurang baik itu diduga memicu gelombang boikot.
Banyak orang yang akhirnya memilih untuk tidak menonton film ini sebagai bentuk protesnya.
Menyadari besarnya reaksi negatif yang muncul, Abidzar akhirnya mengunggah permintaan maaf melalui akun Instagram pribadinya.
Dalam unggahan tersebut, ia menyampaikan penyesalannya atas pernyataan yang kurang tepat dan telah menyinggung banyak orang.
Ia pun berjanji agar lebih berhati-hati dalam berbicara di kemudian hari.
Di sisi lain, rumah produksi Falcon Pictures juga mencoba meredam kontroversi dengan merilis surat terbuka.
Mereka menegaskan bahwa proses adaptasi telah dilakukan dengan penuh pertimbangan dan tidak bermaksud mengecewakan penggemar karya aslinya.
Namun, meski berbagai upaya telah dilakukan, tampaknya film A Business Proposal tetap kesulitan menarik penonton ke bioskop.
Banyak yang beranggapan bahwa Cancel Culture yang dilakukan oleh para penggemar versi webtoon serta drakor telah memberikan dampak besar terhadap performa film ini di pasar.
Jadi kesimpulannya, fenomena Cancel Culture membuktikan bahwa opini publik, terutama di era digital, memiliki kekuatan yang besar dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan suatu karya.
Kontroversi yang muncul akibat pernyataan Abidzar Al-Ghifari berujung pada boikot film A Business Proposal, yang akhirnya berkontribusi terhadap sepinya penonton dan rendahnya ulasan terhadap film tersebut.
Pada akhirnya, kejadian ini menjadi pelajaran bagi para pelaku industri hiburan supaya lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di ruang publik.***