Cilacap, serayunews.com – Tradisional, Manual dan Konvensional apalagi kekuno kunoan pada masa ini menjadi kosakata yang bertentangan bagi generasi milenal. Semua hal yang serba digital dan instan hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari hari. Apalagi berbicara jamu tradisional. Jangankan generasi milenial, hampir semua orang berpadangan jamu tradisional hanya seputar ramuan daun daunan serta seorang penjaja jamu keliling atau gendongan.
Meski frasa dan juga sebutan jamu tradisional sudah beradaptasi menjadi Jamu Herbal atau jamu alami, tetapi bagi generasi milenial masih dipandang sebelah mata. Padahal, peluang usaha maupun potensi pasar yang ada pada sektor Jamu Tradisional masih terus berkembang.
Bahkan, dengan perkembangan teknologi digital dan semuanya yang berbasis online, Generasi Milenial menjadi bagian penting bagi kemajuan usaha dan industri Jamu. Terlebih lagi, jamu merupakan warisan bangsa yang harus terus dilestarikan.
“Generasi Milenial merupakan pelaku dan juga potensi pasar yang besar bagi kemajuan jamu tradisional,” kata Ketua Perkumpulan Pelaku Jamu Alami Indonesia, Mukit Hendrayatno.
Menurutnya, kelangsungan jamu tradisional yang warisan bangsa memiliki masa depan yang baik. Dunia usaha yang semakin kreatif didukung berkembangnya pasa online, menjadi salah faktor utama pentingnnya peran generasi milenial terhadap industri jamu tradisional.
“Sebut saja sektor transportasi yang beralih dengan memanfaatkan teknologi digital. Gojek telah memberikan perubahan besar bagi bisnis moda transportasi. Potensi industri jamu juga sama, saat ini terus memanfaatkan teknologi digital dan terus berkembang,” jelasnya dalam Festival jamu di Batalion Cilacap pada 28 – 29 September 2019.
Dengan tema, Goes to Millenial dinilai bisa menjadi momentum serta pemicu semangat bagi para pengusaha jamu dan juga generasi milenal. Pengusaha jamu yang tergabung dalam PPJAI menjadikan jamu goes online dengan melibatkan para generasi milineal yang memiliki kompentensi, dan juga semua sumber daya serta tenaga kerja yang tidak sedikit.
Sebagai contoh, sektor UKM dan industri jamu melibatkan Designer professional untuk membuat kemasan yang menarik dan bercitarasa millennial. Tenaga professional di bidang internet marketing juga dibutuhkan untuk mengimplementasikan pemasaran online. Bahkan para programmer juga dilibatkan untuk membuat marketplace herbal.
“Perkembangan pasar dan perubahan landscape binis pada sector ini perlu disrespon secara tepat agar tantangan millennial justru menjadi peluang agar ukm jamu tumbuh dan berkembang,” ungkapnya.
Beberapa anggota PPJAI yang telah berhasil menggunakan media online untuk pemasaran diantaranya adalah CV.De’Nature yang memasarkan obat ambeien dengan merk Ambejos. Adalagi CV.Bumi Wijaya dengan produk Gizidat Madu Ikan Sidat yang memanfaatkan Instagram dan Facebook sebagai media promosi. Dan PT.HEW (Herbamas Wahidatama) yang menggunakan data base online untuk penjualan dan pendaftaran anggotanya.
“Kami mendorong pada Industri Kecil Obat Tradisional anggota kami untuk mulai mempelajari dan mempertajam skill pemasaran online mereka. Investasi dalam mendidik sumberdaya trampil dalam pemasaran online perlu dipertimbangkan sebagai rencana mendesak yang harus direalisasikan,” paparnya.
Pada festival jamu ini juga dihadiri 15 mahasiswa dari negara lain seperti Rwanda, Malaysia, Uganda, Libya, Perancis, Swedia, Sudan, dan Madagaskar yang sedang menempuh studi di perguruan tinggi di Jateng. Festival digelar di Lapangan Eks Batalyon 405 dengan menampilkan beragam minuman jamu tradisional dan produk olahan jamu, serta kuliner. Berbagai kegiatan juga dihadirkan pada Festival Jamu dan Kuliner 2019 seperti Jamu Goes to School, parade jamu gendong, dan parade empon-empon, senam sehat, deklarasi jamu dengan hadiah kejutan menarik.