
SERAYUNEWS – Dalam beberapa tahun terakhir, emoji menjadi bagian penting dari cara berkomunikasi di media sosial maupun aplikasi pesan instan.
Salah satu emoji yang mendadak populer adalah emot batu atau Moai, yang sebelumnya jarang digunakan namun kini kerap muncul dalam percakapan WhatsApp, komentar TikTok, hingga unggahan Instagram.
Pergeseran makna dan tren penggunaannya membuat banyak orang penasaran tentang arti sebenarnya dari emot batu ini.
Popularitas emot batu tidak lepas dari peran generasi muda, terutama Gen Z, yang sering menciptakan makna baru dari simbol digital.
Emoji yang awalnya berakar pada budaya masyarakat Rapa Nui di Pulau Paskah kini berubah menjadi elemen humor modern.
Inilah alasan mengapa memahami arti emot batu menjadi penting, terutama bagi pengguna internet yang ingin tetap mengikuti dinamika bahasa gaul digital.
Dalam komunikasi sehari-hari, emot batu sering digunakan untuk menunjukkan ekspresi datar atau reaksi tanpa emosi.
Banyak pengguna memakainya sebagai bentuk respons deadpan, terutama saat menanggapi candaan yang terlalu kering, komentar yang kurang masuk akal, atau situasi yang tidak memancing reaksi emosional.
Penggunaan ini membuat emot batu menjadi simbol diam yang cenderung “menghakimi” dalam konteks humor.
Menurut sejumlah sumber yang membahas tren emoji, emot batu kerap muncul dalam percakapan Gen Z untuk menunjukkan rasa tidak terkesan, kecewa, atau sekadar memberikan respons yang bernada sarkastik.
Fungsinya mirip dengan reaksi yang menunjukkan “no comment”, namun dikemas dalam bentuk visual yang lucu dan ironi. Emot batu pun menjadi bagian dari pola komunikasi yang tak tertulis namun dipahami secara luas di antara pengguna muda.
Di balik makna modernnya yang penuh humor, emot batu sebenarnya berasal dari representasi patung Moai yang ikonik.
Patung-patung raksasa tersebut merupakan simbol penting dalam budaya Rapa Nui di Pulau Paskah. Moai dipercaya sebagai representasi leluhur yang memiliki peran melindungi masyarakat setempat.
Bentuk wajah yang datar dan keras menjadi ciri khas yang akhirnya diadaptasi ke dalam bentuk emoji.
Kehadiran emoji Moai dalam keyboard digital membuat unsur budaya ini semakin dikenal secara luas. Popularitasnya memperkenalkan nilai historis dan spiritual masyarakat Rapa Nui kepada pengguna internet di seluruh dunia.
Melalui medium digital, warisan budaya tersebut mendapat ruang baru untuk dihargai dan dikenal generasi muda, meskipun maknanya kini sering digunakan dalam konteks yang lebih ringan dan humoris.
Seiring berkembangnya media sosial sebagai ruang komunikasi sehari-hari, arti emot batu pun ikut berkembang.
Kini emot tersebut tidak hanya menggambarkan wajah tanpa ekspresi, tetapi juga menjadi simbol sarkasme halus, ketidaktertarikan, dan humor dingin khas Gen Z.
Penggunaannya yang fleksibel membuat emot batu sering muncul dalam percakapan yang berhubungan dengan gurauan, sindiran, hingga ekspresi datar terhadap suatu hal.
Popularitas emoji ini menunjukkan bagaimana generasi muda mengubah simbol digital menjadi bahasa baru yang penuh kreativitas.
Emot batu, yang dahulu hanya representasi patung bersejarah, kini menjadi bagian dari gaya komunikasi modern, sebuah perpaduan antara budaya tradisional dan tren digital.
Secara keseluruhan, arti emot batu di WhatsApp dan media sosial kini meluas dari simbol perlindungan budaya menjadi ikon ekspresi datar dan humor sarkastik yang digunakan di berbagai situasi.
Ketika emoji batu muncul dalam chat, maknanya dapat lebih dalam daripada sekadar gambar wajah kaku.
Ia menggambarkan perubahan budaya digital yang terus berkembang dan bagaimana Gen Z menciptakan arti baru dari simbol-simbol sederhana yang awalnya hadir tanpa maksud komedi.***