SERAYUNEWS- Bank Dunia baru saja merilis World Development Report 2024 yang membahas topik Middle-Income Trap atau Jebakan Kelas Menengah.
Bank Dunia mencatat sebanyak 108 negara termasuk Indonesia, China, India, Brasil dan Afrika Selatan yang masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah berisiko sulit untuk naik tingkat menjadi negara berpendapatan tinggi.
Bagaimana caranya keluar dari jebakan itu? Simak penjelasannya di bawah ini.
Menurut Bank Dunia, Indonesia harus memacu pertumbuhan ekonomi di atas 9 persen guna menghindari jebakan tersebut.
Menurut Direktur Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves, jika laju perekonomian di atas 9 persen, Indonesia diperkirakan masuk kelompok negara-negara berpenghasilan tinggi pada 2030.
Sebaliknya, bila pertumbuhan hanya berkisar 5-6 persen per tahun, dalam jangka panjang ekonomi akan masuk dalam jebakan kelas menengah.
Pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan diangka 5%. Badan Pusat Statistik baru saja mengumumkan (5/8/2024), pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II-2024 sebesar 5,04%.
Kondisi ini menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira disebabkan penurunan jumlah kelas menengah . Selama ini salah satu penopang pertumbuhan ekonomi negara adalah konsumsi masyarakat kelas menengah.
“Skenario moderat-nya pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan 5% dalam jangka waktu panjang Indonesia bisa terjebak dalam middle income trap. Sulit untuk jadi negara maju karena jumlah kelas menengahnya terus menurun jadi orang miskin baru,” kata Bhima (12/8/2024)
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menjelaskan akan banyak masyarakat kelas menengah turun kasta menjadi calon kelas bawah (miskin) karena kehabisan dana setelah makan tabungan.
Jika masalah ini terus berlanjut, perekonomian Indonesia perkiraannya bisa mengalami krisis.
Menurutnya, hal ini akan mendorong jumlah warga yang turun kasta semakin banyak dari tahun ke tahun. Akibatnya, jumlah orang miskin di RI akan semakin banyak dan membuat pemerataan kesejahteraan sosial semakin sulit.
“Yang jelas adalah kalau konsumsi di kelas menengah turun, ya otomatis upaya untuk pemerataan kesejahteraan di antara masyarakat semakin berat. Kondisinya yang kelas bawah semakin menumpuk. Jadi kesenjangan semakin dalam,” kata Tauhid (12/8/2024)
Pada tahun 1980-an, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Malaysia berada di kisaran 2.000 dollar AS hingga 2.200 dollar AS.
Sementara itu, PDB per kapita Indonesia saat itu masih berada di kisaran 400 dollar AS hingga 500 dollar AS.
Saat ini, PDB per kapita Malaysia sudah mencapai lebih dari 11.000 dollar AS, sedangkan Indonesia masih berada di kisaran 4.900 dollar AS.
Melihat tren ini, Malaysia tampaknya akan lebih dulu mencapai status negara berpendapatan tinggi daripada Indonesia.***(Kalingga Zaman)