SERAYUNEWS – Salah satu tradisi khas dari wilayah Banyumas, Jawa Tengah, yang masih tetap lestari hingga saat ini adalah Begalan Banyumasan.
Tradisi Begalan merupakan warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Banyumas. Tradisi ini menjadi bagian penting dalam prosesi pernikahan adat.
Saking pentingnya, banyak masyarakat yang meyakini bahwa suatu pernikahan belum lengkap jika belum dilakukan prosesi Begalan.
Dalam pelaksanaannya, tradisi ini menyajikan pertunjukan simbolis di mana rombongan pengantin akan “dihadang” oleh seorang begal.
Tapi tenang, ini bukan begal dalam arti kriminal, melainkan tokoh simbolik yang menjadi bagian dari pertunjukan adat yang sarat nilai-nilai kehidupan.
Dua tokoh utama dalam Begalan adalah Ki Begal (sang “perampok”) dan Ki Pengawal (penjaga rombongan).
Mereka akan berdialog menggunakan bahasa Banyumasan yang khas, dengan gaya bicara yang lucu, jenaka, kadang menyindir, namun penuh petuah.
Dialog ini bukan hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan nasihat hidup bagi pasangan pengantin yang akan memulai kehidupan rumah tangga.
Barang-barang yang “dirampas” oleh Ki Begal bukanlah benda sembarangan, melainkan perlengkapan rumah tangga yang penuh makna filosofis:
Semua perlengkapan ini dibahas oleh Ki Begal dan Ki Pengawal dengan cara yang jenaka dan menghibur, namun sarat akan makna kehidupan.
Melalui guyonan dan sindiran, terselip pesan-pesan penting tentang kejujuran, kesetiaan, kerja sama, dan kebijaksanaan dalam membina rumah tangga.
Ciri khas utama Begalan Banyumasan terletak pada gaya penyampaiannya yang merakyat. Bahasa Banyumasan yang digunakan terasa lugas, penuh logat khas, dan disampaikan dengan humor yang membumi.
Dialog dalam Begalan sering kali menyentil isu-isu sosial dan fenomena sehari-hari seperti gaya hidup konsumtif, pentingnya pendidikan, hingga peran suami dan istri dalam rumah tangga.
Inilah yang membuat pertunjukan Begalan terasa hidup dan relevan, bahkan untuk generasi muda sekalipun. Pertunjukan ini tak hanya menghibur, tapi juga mengajak penonton untuk merenung.
Sayangnya, seiring perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup masyarakat, tradisi Begalan mulai jarang dijumpai, terutama di lingkungan perkotaan.
Banyak pasangan muda memilih prosesi pernikahan yang lebih modern dan praktis, tanpa menyertakan tradisi seperti Begalan.
Meski demikian, tradisi ini masih bisa ditemui di sejumlah desa di wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan sekitarnya.
Tak hanya itu, sejumlah komunitas seni lokal pun turut berperan aktif dalam melestarikan tradisi ini melalui pertunjukan di festival budaya, peringatan hari jadi daerah, dan acara sekolah.
Melestarikan Begalan artinya menjaga jati diri dan kekayaan budaya lokal. Generasi muda perlu didorong untuk mempelajari dan meneruskan tradisi ini, agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak lenyap begitu saja.
Dengan pengemasan yang lebih menarik dan kontekstual, tradisi Begalan Banyumasan bisa menjadi media edukatif yang menyenangkan sekaligus menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya daerah.***