SERAYUNEWS – Berapa batas usia rekrutmen PLN 2025? Isu diskriminasi usia dalam dunia kerja kembali menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Kali ini, sorotan tertuju pada proses rekrutmen PLN 2025 yang dinilai masih mencantumkan syarat batas usia bagi pelamar.
Padahal, sejak Mei 2025 lalu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan sudah secara resmi menghapus aturan tersebut lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025.
Kebijakan pemerintah tersebut dibuat dengan tujuan mendorong prinsip non-diskriminasi dalam dunia kerja.
Melalui aturan itu, seluruh perusahaan, baik swasta maupun BUMN, tidak diperkenankan lagi mencantumkan syarat usia dalam proses rekrutmen pegawai.
Prinsipnya, kesempatan kerja harus diberikan secara adil dengan mempertimbangkan kompetensi, keterampilan, serta pengalaman pelamar, bukan sekadar faktor umur.
Namun, implementasi kebijakan itu tampaknya belum sepenuhnya berjalan. Rekrutmen PLN 2025 justru menuai kontroversi lantaran syarat usia masih tercantum jelas dalam persyaratan.
Kontroversi ini mulai ramai setelah akun media sosial @thenugumedia pada 30 September 2025 membagikan tangkapan layar berisi daftar persyaratan lowongan PLN.
Unggahan tersebut langsung viral, mendapat ratusan ribu tayangan, serta memicu gelombang diskusi publik.
Dalam tangkapan layar yang beredar, persyaratan rekrutmen PLN 2025 menyebutkan bahwa pelamar lulusan D3 hanya bisa mendaftar jika berusia maksimal 25 tahun, sementara lulusan S1/D4 dibatasi hingga usia 27 tahun.
Selain itu, calon pelamar diwajibkan melampirkan berbagai dokumen, mulai dari KTP, ijazah, transkrip akademik, akta kelahiran, hingga surat keterangan status pernikahan.
Syarat tersebut langsung menimbulkan perdebatan. Banyak warganet mempertanyakan mengapa PLN masih menerapkan ketentuan usia, padahal pemerintah sudah melarangnya.
Tidak sedikit pula yang menilai permintaan dokumen tambahan seperti akta kelahiran dan surat status perkawinan tidak relevan dengan proses seleksi kerja.
Beberapa komentar warganet bahkan menyoroti kejanggalan persyaratan tersebut. Seorang pengguna Twitter berpendapat bahwa data pribadi seperti tanggal lahir dan status perkawinan sudah tercantum dalam KTP, sehingga tidak perlu lagi diminta melalui dokumen tambahan.
Ada juga yang menyindir, “Apakah status perkawinan menentukan kualitas kerja seseorang?”
Meski banyak kritik, sebagian pihak menduga PLN memiliki alasan teknis di balik kebijakan itu.
Ada kemungkinan syarat usia ditetapkan karena beberapa posisi dinilai membutuhkan kondisi fisik tertentu.
Namun, alasan tersebut tetap dianggap tidak sejalan dengan kebijakan nasional yang menegaskan pentingnya memberikan kesempatan setara tanpa diskriminasi usia.
Fenomena ini mengindikasikan adanya tantangan besar dalam penerapan kebijakan non-diskriminasi di dunia kerja.
Regulasi memang sudah dibuat, tetapi implementasinya masih menghadapi hambatan, termasuk di perusahaan besar sekelas PLN.
Jika perusahaan BUMN saja belum konsisten menerapkan aturan, wajar jika publik khawatir sektor swasta juga enggan mengikuti ketentuan tersebut.
Kontroversi rekrutmen PLN 2025 ini menjadi pengingat bahwa kebijakan pemerintah tidak cukup hanya dituangkan dalam bentuk surat edaran.
Diperlukan pengawasan, sosialisasi yang lebih luas, serta komitmen nyata dari perusahaan untuk benar-benar menjalankan aturan.
Tanpa langkah nyata, praktik diskriminasi usia berpotensi terus terjadi dan menutup kesempatan bagi para pencari kerja yang sebenarnya memiliki kompetensi mumpuni, tetapi terhalang oleh faktor umur.
Kasus ini juga menegaskan pentingnya sinkronisasi antara regulasi pemerintah dan kebutuhan perusahaan.
Apabila memang ada alasan teknis di balik ketentuan usia, hal itu harus dijelaskan secara transparan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman publik.
Pada akhirnya, dunia kerja yang adil adalah dunia kerja yang menilai pelamar dari kemampuan, bukan dari usia yang tercantum pada dokumen kependudukan mereka.
Demikian informasi tentang batas usia rekrutmen PLN 2025.***