SERAYUNEWS– Perseteruan hukum terkait lahan seluas 3 hektare di Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, kembali memanas. Setelah lebih dari satu dekade berlalu sejak awal perselisihan, Sumi Harsono (70), warga Kelurahan Tegalmulyan, Cilacap Selatan, kembali memperjuangkan hak atas tanah yang ia yakini miliknya secara sah dan legal.
Didampingi kuasa hukumnya, Sumi Harsono secara resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan Negeri Cilacap pada Selasa, 24 Juni 2025. PK ini diajukan atas putusan MA No. 2321 K/Pdt/2015 yang sebelumnya telah menguatkan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Cilacap.
Langkah hukum ini bukan tanpa alasan. Kuasa hukum Sumi, Djoko Susanto, menyatakan bahwa pihaknya menemukan bukti baru (novum) yang selama ini tidak pernah diungkap dalam proses persidangan sebelumnya. Bukti tersebut menunjukkan bahwa tanah yang disengketakan ternyata sedang dalam status agunan di sebuah bank swasta.
“Jadi di dalam proses persidangan itu tidak dimunculkan bahwa tanah yang dimiliki Pak Sumi Harsono ini sedang dalam agunan bank swasta, dalam hal ini bank yang bernuansa syariah,” jelas Djoko.
Berdasarkan penemuan tersebut, pihaknya berharap Mahkamah Agung dapat melakukan pemeriksaan ulang terhadap seluruh rangkaian perkara, dengan harapan perkara ini bisa kembali dibuka dan dinilai berdasarkan fakta serta bukti yang kini tersedia.
“Dengan kita menemukan bukti baru, kita berusaha mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Cilacap agar diperiksa kembali, diperiksa ulang agar kasus ini menjadi terang benderang,” imbuhnya.
Tak hanya membawa bukti baru, Sumi juga memperkuat klaimnya dengan sertifikat hak milik atas lahan tersebut, yang menurut BPN Cilacap hingga kini masih sah dan tercatat atas nama dirinya. Hal ini diperkuat melalui Surat Keterangan BPN Nomor B/HP.02.02/203-33.01/VI/2025.
“Sertifikat atas nama saya dan saya punya buktinya, sudah saya tanyakan ke BPN, sampai saat ini tanah tersebut masih atas nama saya,” ungkap Sumi Harsono.
Sengketa ini sendiri bermula pada tahun 2013, ketika seorang pria bernama Dadang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut dan melayangkan gugatan terhadap Sumi. Namun menurut Djoko, gugatan tersebut sudah kadaluarsa karena diajukan lebih dari lima tahun setelah sertifikat diterbitkan pada tahun 2008/2009.
“Berdasarkan PP 24 Tahun 1997, sertifikat ini sudah resmi dan sah milik klien kami karena gugatan itu diajukan di tahun 2013. Artinya di atas 5 tahun. Oleh karenanya, seharusnya gugatan itu sudah kedaluwarsa,” tegasnya.
Djoko juga mempertanyakan yurisdiksi yang menangani perkara ini. Menurutnya, karena tanah yang disengketakan berada dalam lingkup agunan syariah, maka seharusnya yang menangani adalah Pengadilan Agama, bukan Pengadilan Negeri.
“Kemudian menurut saya sengketa bukan kewenangan Pengadilan Negeri Cilacap, tapi yang punya wewenang Pengadilan Agama Cilacap, karena ini termasuk dalam kategori ekonomi syariah,” jelasnya.
Di sisi lain, Sumi Harsono merasa dirinya telah mengalami ketidakadilan. Ia menyebut proses hukum sebelumnya tidak menggambarkan kebenaran yang terjadi di lapangan, termasuk jumlah saksi yang menurutnya tidak sesuai antara isi gugatan dan fakta sidang.
“Jadi yang diajukan hanya dua saksi, tapi ternyata yang dimasukkan dalam putusan itu banyak sekali, itu masuk dalam catatan saya,” bebernya.
Sumi juga menuding bahwa Dadang (penggugat dalam perkara ini) tidak memiliki bukti sah dan hanya merekayasa klaim kepemilikan.
“Awalnya Dadang ini sebagai mandornya Pak Ngadikun dan bekerja di sana. Jadi dia hanya tahu kronologisnya saja dan sampai sekarang dia tidak punya surat apa-apa. Jadi dia hanya merekayasa, mungkin dengan bukti-bukti yang katakan palsu,” ujarnya.
Ia bahkan menyatakan bahwa saat sidang pemeriksaan lokasi digelar, pihak Dadang tidak mampu menunjukkan titik-titik lahan yang diklaimnya.
Kini, melalui PK yang diajukan, Sumi Harsono berharap Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang benar-benar adil dan transparan, sesuai dengan fakta dan bukti terkini.
“Harapan saya ingin keadilan yang seadil-adilnya karena saya sudah jelas sekali saya itu dizalimi, sedangkan mereka itu nggak punya apa-apa terkait dengan tanah tersebut,” tandasnya.