M enurut keterangan Direktur CV Setya Jaya Mandiri, Setya Bagus Nugroho bahwa pihaknya mendapatkan proyek desa wisata dengan pembagunan proyek di Gunung Batur dan Curug Penganteng oleh pihak Desa Cirahap pada tanggal 27 November 2019 lalu. Setelah Surat Perintah Kerja (SPK) turun dari Pemerintah Desa (Pemdes) Cirahap, pada tanggal 29 November pihaknya langsung mengerjakan proyek pertama di Gunung Batur.
“Pihak desa meminta dipercepat pengerjaan proyeknya, karena akhir tahun 2019 mau diresmikan. Jadi pada bulan Desember 2019, proyek di Gunung Batur selesai dan telah diresmikan oleh Wakil Bupati Banyumas waktu itu,” kata dia di PN Purwokerto.
Setelah proyek pertama selesai, pihaknya kemudian melanjutkan pengerjaan di Curug Penganteng dan pada bulan Maret 2020 pekerjaannya selesai.
“Serah terima di bulan April, saat itu info dananya (dana desa, red) sudah turun. Setelah itu saya masukkan tagihan ke desa, tetapi pihak desa mengelak dengan alasan dana untuk Covid-19,” ujarnya.
Sementara itu menurut Kuasa Hukum CV Setya Jaya Mandiri, H Masmarsay Mualim SSos SH dari Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) menjelaskan, bahwa pengerjaan yang dilakukan oleh kliennya sesuai SPK yang ada. Kemudian pengerjaan proyeknya juga sudah sesuai RAB yang ada.
“Selesai proyek pihak kami mengajukan pembayaran, tetapi dana itu tidak turun, dengan alasan dana desa diperuntukkan bagi Covid-19. Padahal dana Covid-19 itu kan ada sendir. Justru klien kami suruh membuat proposal lagi, kami ya tidak mau,” kata dia.
Keputusan kasus tersebut dibawa ke pengadilan, menurut Masmarsay diambil secara terpaksa, lantaran tidak ada titik temu pada saat mediasi beberapa kali. Sehingga pihaknya merasa kecewa dengan keputusan yang tidak jelas dari pihak Pemdes.
“Pada saat mediasi, pihak kecamatan sendiri mengatakan bahwa awal proyek itu salah, ternyata kepala desa tidak sesuai proseduran, tidak sesuai dengan Undang-undang bupati nomor 76 tahun 2017. Kalau memang tidak sesuai, kenapa pihak kecamatan tidak menghentikannya, begitu pula pihak dari bupati,” kata dia.
Nilai proyek yang seharusnya dibayarkan pihak desa yakni Rp 460.025.000. Namun, karena perhitungan kerugian serta adanya keterlambatan pembayaran proyek. Pihak CV Setya Jaya Mandiri menuntut biaya ganti rugi yang mencapai Rp 2,38 miliar.