SERAYUNEWS– Jagad media sosial dibuat geger dengan rencana seorang Calon Legislatif (Caleg) asal Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur yang akan menjual ginjalnya, demi dana kampanye. Hasil penelusuran, dia merupakan Caleg Partai Amanat Nasional (PAN) bernama Erfin Dewi Sudarto. Dia merupakan Caleg asal Bondowoso, Jawa Timur.
Erfin mengaku rela menjual ginjalnya, demi membiayai kampanye dan bukti pengabdiannya kepada rakyat. Dia akan berkontestasi di Daerah Pemilihan (Dapil) I Bondowoso. Wilayah kecamatan di Dapil tersebut antara lain Kecamatan Kota, Kecamatan Tenggarang, dan Kecamatan Wonosari.
Dia mengaku keputusannya sudah disetujui anak dan istrinya. Sebagai bukti keseriusan, Erfin bahkan membuat surat pernyataan yang telah dibubuhi materai dan tanda tangannya. Erfin beralasan mencalonkan diri sebagai wakil rakyat memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dia membutuhkan biaya minimal Rp300 juta.
Santernya pemberitaan dan viralnya rencana Caleg Bondowoso jual ginjal itupun mendapat sorotan dari Pengamat Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq. “Ini tentu menimbulkan pertanyaan serius terkait demokrasi,” ujarnya saat dimintai tanggapannya, Kamis (18/1/2024).
Ahmad Sabiq mempertanyakan, apakah keterpilihan wakil rakyat benar-benar mencerminkan pilihan rakyat ataukah lebih ditentukan oleh ketersediaan dana besar? Menurutnya, perlu dipikirkan suatu reformasi pembiayaan politik sehingga uang tidak lagi menjadi segalanya dalam pemenangan pemilu. Ini agar para caleg tidak berbuat nekad.
“Terkait fenomena penjualan atau penawaran ginjal oleh seorang calon legislatif (caleg) sebagai upaya untuk mendanai kampanye politiknya, hal itu menggambarkan tantangan finansial yang dihadapi oleh caleg dalam perjuangan meraih kursi,” beber Kepala Laboratorium Ilmu Politik FISIP Unsoed Purwokerto tersebut.
Lebih lanjut dia menjelaskan, di luar persoalan hukum dan medisnya, fenomena ini mencerminkan realitas bahwa kampanye politik dan pemenangan pemilu memerlukan biaya tinggi. Hal itu memang menjadi tantangan bagi para calon wakil rakyat yang akan berkontestasi dalam pemilihan.
“Tantangan finansial ini berpotensi mendorong caleg untuk mencari sumber pembiayaan dari manapun dan dengan cara apapun. Hal ini kemudian mengubah fokus pemilu dari kompetisi berbasis kompetensi dan integritas menjadi kompetisi berbasis keuangan,” pungkas Dosen Ilmu Politik tersebut.