
SERAYUNEWS-Aksi kepedulian terhadap lingkungan dan penyelamatan waduk Mrica kembali dilakukan melalui gerakan konservasi lintas lembaga. Sebanyak 29 ribu pohon dan 30 ribu benih ikan ditebar di kawasan waduk dan desa-desa rawan longsor, Rabu (10/12/2025).
Aksi ini menjadi penting dalam upaya penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu, termasuk upaya dalam mencegah atau memperlambat laju kerusakan lingkungan sekaligus memulihkan ekosistem.
Kegiatan yang melibatkan PLN Indonesia Power UBP Mrica, Forkopimda, Forkopimcam, Serayu Network, dan perwakilan 15 desa ini dilakukan di zona hulu serta area tengah DAS Serayu wilayah yang menjadi sumber utama sedimentasi Waduk PLTA Mrica.
Senior Manager PLN Indonesia Power UBP Mrica, Nazrul Very Andhi, menegaskan bahwa pelestarian DAS Serayu merupakan program jangka panjang yang harus terus dijalankan.
“Kami terus melanjutkan kegiatan bagaimana DAS Serayu tetap kita rawat dan kita jaga agar kelestariannya terjamin,” katanya.
Dikatakannya, saat ini, pihaknya bersama dengan lintas lembaga menanam sekitar 19 ribu tanaman kopi dan aren, serta 10 ribu bibit pohon jabon. Harapannya, tanaman ini selain untuk konservasi juga mendukung ekonomi masyarakat di masa mendatang.
“Total pohon yang kami tanam ada 29 ribu. Tak hanya itu, pada kegiatan ini juga kami juga menebar 30 ribu benih ikan seperti grastaf dan nilam. Tujuannya menjaga kelestarian ekosistem di DAS Serayu,” ujarnya.
Menurutnya, pemilihan pohon jabon karena tanaman ini sudah bisa panen dalam tiga tahun ke depan, sehingga hasilnya sudah bisa dinikmati masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di zona tengah dan zona hulu, termasuk 15 desa di Banjarnegara utara.
“Kami suplai bibit untuk menjaga degradasi lahan yang makin luas,” katanya.
Saat ini, sedimentasi yang menumpuk di waduk Mrica berawal dari rusaknya lahan hulu. Karena itu, penanaman pohon berakar kuat menjadi strategi utama dalam upaya penyelamatan di kawasan hulu.
Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Banjarnegara, Herrina Indri Hastuti, menyatakan bahwa kegiatan konservasi ini lahir dari kesadaran bersama untuk menjaga kabupaten yang sebagian besar merupakan wilayah rawan bencana.
“Ini komitmen bersama dari 15 desa bahwa kita semua memiliki kesadaran menjaga lingkungan. Banjarnegara ini 70 persen lebih daerah rawan bencana, sehingga harus kita jaga agar potensi bencana bisa kita kendalikan,” katanya.
Selain itu, masalah lingkungan ini tidak dapat ditangani sendiri, harus ada kolaborasi dari semua pihak, sehingga butuh kolaborasi besar untuk menangani masalah lingkungan, termasuk sedimentasi Waduk PLTA Sudirman.
“Pemkab tidak bisa bekerja sendiri. Pengelolaan DAS Serayu dan Sub DAS Merawu ini penyumbang terbesar sedimentasi waduk. Kami berharap penanganan DAS Serayu bisa menjadi proyek strategis nasional. Jika berhasil, kolaborasi lintas sektor akan besar pengaruhnya,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab generasi sekarang untuk masa depan. “Kita sebenarnya meminjam alam ini dari generasi yang akan datang, jadi harus kita rawat bersama,” katanya.
Perwakilan Serayu Network, Maman Fansyah, mengatakan, kebersamaan dalam konservasi ini menjadi sangat penting, khususnya pada wilayah rawan longsor, untuk itu distribusi bibit juga disesuaikan dengan tingkat kerawanan bencana.
“Kami melibatkan 15 desa penerima manfaat, total 29 ribu pohon dan 30 ribu benih ikan. Fokus kami pada desa-desa kritis rawan longsor seperti Suwidak, Wanayasa, Kalibening, Karangkobar, dan Pagentan. Material longsor dari sana masuk ke Sungai Merawu dan menjadi sedimentasi waduk,” katanya.
Maman menambahkan bahwa konservasi ini tak hanya bertujuan ekologis, tetapi juga ekonomi.
“Harapannya masyarakat memiliki peningkatan ekonomi dari pohon kopi dan aren yang bernilai jual. Dan yang kedua, lingkungan tetap aman, terutama di desa-desa rawan longsor,” ujarnya.