SERAYUNEWS-Kabupaten Cilacap tengah berupaya keras mencapai swasembada bawang merah. Dengan kebutuhan yang tinggi dan produksi lokal yang masih jauh dari cukup, pemerintah daerah kini gencar melakukan ekspansi lahan dan penerapan teknologi baru untuk menutup defisit produksi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cilacap melalui Kepala Bidang Hortikultura, Mahbub Junaedi mengatakan, bahwa produksi bawang merah di Cilacap tahun 2024 baru mencapai 674.820 kilogram. Angka ini jauh dari kebutuhan masyarakat Cilacap yang berjumlah lebih dari 2 juta jiwa, dengan konsumsi bawang merah mencapai sekitar 4,25 juta kilogram per tahun. “Artinya, kita masih defisit sekitar 3,5 juta kilogram atau setara 390 hektare lahan yang perlu ditanami,” ujarnya, Jumat (23/5/2025).
Sementara itu, hingga April 2025, luas tanam baru mencapai 25 hektare, dari tahun sebelumnya 75 hektare. Mahbub menyebut, target besar nantinya untuk menuju swasembada dengan total luas tanam 500 hektare.
Sementara ini sejumlah wilayah di Kabupaten Cilacap yang sudah mulai mengembangkan bawang merah yakni Kecamatan Adipala menjadi penyumbang terbesar dengan 28 hektare, disusul Cimanggu (11 hektare), Jeruklegi (7 hektare), Nusawungu (5 hektare) dan Kampung Laut (12 hektare). Beberapa wilayah lain seperti Wanareja, Cipari, Sampang, Kesugihan, Gandrungmangu, Wanareja, Maos, dan Bantarsari masih memiliki cakupan tanam yang minim.
Namun, perluasan ini tidak mudah. Mahbub mengungkap bahwa kendala utama adalah mahalnya biaya produksi, khususnya jika menggunakan umbi sebagai benih. “Satu hektare membutuhkan satu ton umbi, dengan harga sekitar Rp50 juta hanya untuk benih. Itu belum termasuk biaya pupuk dan perawatan lainnya,” jelasnya.
Sebagai solusi, Dinas Pertanian mendorong penggunaan biji sebagai alternatif benih. Selain lebih murah sekitar Rp12 juta per hektare produktivitasnya pun lebih tinggi. “Di Karanganyar, Adipala, produktivitas bawang dari biji bisa mencapai 24 ton per hektare, jauh lebih tinggi dibanding umbi yang menghasilkan 8 sampai 10 ton per hektare,” kata Mahbub.
Namun, metode ini menuntut pemahaman teknis lebih tinggi, khususnya dalam tahap penyemaian yang memakan waktu 35–40 hari sebelum tanam di lahan.
Demi menyebarluaskan teknologi ini, Mahbub menuturkan bahwa pihaknya mulai melakukan replikasi ke berbagai kecamatan, termasuk akan menyasar kawasan bantaran Sungai Serayu yang dinilai memiliki potensi hingga 500 hektare. “Kalau wilayah bantaran Serayu bisa digarap maksimal, kita bisa menutup kekurangan 390 hektare itu dari sana saja,” ujarnya.
Dinas Pertanian juga mendorong pemberdayaan masyarakat, termasuk ibu rumah tangga, untuk memanfaatkan lahan pekarangan. “Sisa bawang merah dari dapur bisa ditanam di polybag atau langsung di tanah. Tapi memang perlu pembiasaan,” tambahnya.
Mengenai pemasaran, Mahbub memastikan bahwa pasar bawang merah sangat terbuka. Selama ini, kebutuhan lokal dipenuhi dari daerah seperti Brebes dan Nganjuk. Artinya, hasil produksi dari Cilacap punya peluang besar untuk diserap pasar lokal. “Dari biji maupun umbi, semua hasil bisa dijual,” katanya.
Petani atau kelompok tani yang ingin mengembangkan bawang merah dapat mengajukan proposal ke Dinas Pertanian dan akan diprioritaskan jika ada kegiatan pendukung.
Sejak dimulai pada 2018, program ini terus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Tahun ini, APBD Provinsi Jawa Tengah mengalokasikan dana untuk pengembangan 10 hektare lahan. Bantuan juga datang dari CSR seperti Bank Indonesia dan PLN Indonesia Power.
Dengan kerja sama lintas sektor, Mahbub berharap akselerasi produksi dapat tercapai lebih cepat. “Harapannya, Cilacap bisa segera swasembada bawang merah dan menciptakan peluang usaha pertanian baru yang menguntungkan,” pungkasnya.