
SERAYUNEWS – Warga Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, punya cara cerdas untuk menjaga lingkungan sekaligus menambah pendapatan.
Dengan menanam kopi sebagai tanaman konservasi, mereka tak hanya mencegah bencana longsor, tetapi juga berhasil membuka sumber ekonomi baru yang menguntungkan.
Kesadaran ini muncul sejak tahun 2012, saat wilayah Dawuhan dikenal sebagai daerah rawan longsor. Warga yang sebelumnya menanam jagung dan sayuran semusim, kini beralih ke tanaman kopi yang lebih ramah lingkungan dan bernilai jual tinggi.
Tuhri, perangkat Desa Dawuhan, mengisahkan bahwa perubahan besar itu berawal dari kekhawatiran warga terhadap bencana longsor yang kerap terjadi tiap musim hujan.
“Dulunya di sini terutama di lereng-lereng tebing, warga banyak yang menanam jagung. Tapi karena tanah mudah erosi dan sering longsor, akhirnya sejak 2012 kami mulai beralih ke kopi,” ujarnya.
Dengan dukungan sosialisasi dan pendampingan dari pemerintah desa, warga mulai sadar pentingnya konservasi lahan.
Perlahan, lereng-lereng yang dulu gundul kini berubah menjadi kebun kopi hijau yang memperkuat struktur tanah.
“Sekarang sudah jarang sekali longsor. Setelah ditanami kopi, tanah jadi lebih kuat dan stabil. Ini bukti nyata kalau konservasi bisa jalan seiring dengan kesejahteraan,” kata Tuhri.
Transformasi ke tanaman kopi tidak langsung diterima semua warga. Sebagian petani awalnya ragu karena masa panen kopi yang lama—mencapai empat tahun setelah tanam.
“Awalnya susah, karena dulu kan tahunya kopi biasa. Panennya lama, jadi masih banyak yang belum mau menanam kopi,” tutur Tuhri.
Namun, setelah melihat hasil panen pertama yang menjanjikan, semakin banyak warga yang beralih. Kini, kopi jenis arabika menjadi produk unggulan Desa Dawuhan.
“Sekarang lahan kopi sudah mencapai 25 hektare, meskipun yang sudah panen baru sekitar 5 hektare,” jelasnya.
Salah satu petani, Nur Kodar, mengakui bahwa tanaman kopi memberi hasil yang lebih optimal dibanding tanaman sebelumnya.
Selain menahan erosi, kopi juga tumbuh baik di lahan yang dulunya dibiarkan kosong karena berbatu.
“Kalau dihitung-hitung, kopi ini hasilnya lebih optimal dibanding jagung atau sayur. Apalagi di tanah wadas, yang dulu dibiarkan kosong, sekarang bisa menghasilkan,” ungkap Nur.
Ia menambahkan, kopi tak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga menjadi solusi ekologis bagi desa. Kini, bencana longsor dan erosi hampir tidak terjadi lagi di wilayah Dawuhan.
“Selain bisa untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, menanam kopi juga bagus untuk lingkungan. Sekarang jauh lebih aman, jarang longsor,” katanya.
Kini, kopi konservasi Dawuhan mulai dikenal luas, bahkan berpotensi menjadi produk unggulan Kecamatan Wanayasa.
Pemerintah desa berencana memperluas area tanam dan mengembangkan branding kopi Dawuhan agar memiliki nilai jual lebih tinggi di pasar lokal maupun nasional.
Selain menjaga alam, inisiatif ini juga menjadi contoh sukses penerapan konservasi berbasis ekonomi rakyat — bagaimana warga bisa menjaga bumi sambil memetik hasilnya.